Ngeri! Bagaimana sindikat cuma butuh 17 menit berhasil bobol rekening dormant Rp204 miliar?

Sabtu, 27 September 2025 | 09:56:52 WIB
Sejumlah pelaku pembobolan rekening dormant ditampilkan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/9/2025). (Dok POLRI)

Sindikat mengancam keselamatan salah satu tersangka yaitu Kepala Cabang Pembantu jika ia menolak menyerahkan User ID aplikasi Core Banking System.

JAKARTA: Bareskrim Polri membongkar sindikat pembobolan rekening dormant milik sebuah bank BUMN di Jawa Barat dengan nilai kerugian fantastis mencapai Rp204 miliar.

Rekening dormant adalah rekening bank yang tidak memiliki transaksi debet maupun kredit selain biaya administrasi bank, pajak, atau bunga, selama periode tertentu biasanya 6 bulan hingga 1 tahun

Sebanyak sembilan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terbagi dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok karyawan bank, kelompok eksekutor/pembobol, dan kelompok pencucian uang.

Dua dari sembilan tersangka juga terseret kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang bank BUMN berinisial MIP.

SIAPA 9 TERSANGKA?
Tersangka karyawan bank terdiri dari AP (50), Kepala Cabang Pembantu yang memberikan akses ke aplikasi Core Banking System kepada pelaku pembobol untuk memindahkan dana secara in absentia, dan GRH (43), Consumer Relations Manager yang menjadi penghubung jaringan sindikat dengan Kepala Cabang Pembantu.

Kelompok eksekutor atau pembobol terdiri dari C (41), mastermind yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset untuk menutupi aksinya; DR (44), konsultan hukum yang melindungi kelompok pembobol serta ikut merencanakan pemindahan dana secara in absentia.

Kemudian NAT (36), mantan pegawai bank yang melakukan akses ilegal Core Banking System dan pemindahbukuan ke sejumlah rekening penampungan; R (51), mediator yang mengenalkan Kepala Cabang kepada pelaku dan menerima aliran dana hasil kejahatan; serta TT (38), fasilitator keuangan ilegal yang mengelola dan menerima dana hasil kejahatan.

Sedangkan kelompok pencuci uang dipimpin DH (39) yang bekerja sama dengan pembobol bank untuk membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir, serta IS (60) yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.

CARA KERJA PELAKU BOBOL REKENING
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf menjelaskan, sindikat pembobol bank ini awalnya mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset.

Dengan latar belakang itu mereka menemui kepala cabang pembantu AP untuk merencanakan pemindahan dana rekening dormant.

“Sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing, mulai persiapan, pelaksanaan eksekusi, sampai tahap timbal balik hasil,” kata Helfi dikutip Liputan6 dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (25/9).

Setelah pertemuan, tim eksekutor memaksa AP menyerahkan User ID aplikasi Core Banking System milik teller. Jika menolak, keselamatan kepala cabang beserta keluarganya terancam.

Kepala cabang menyerahkan User ID aplikasi Core Banking System milik teller kepada salah satu eksekutor yang merupakan ex-teller Bank untuk kemudian melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System,” jelas Helfi.

Dalam keadaan tertekan, akses itu akhirnya diberikan. Dengan akses Core Banking System, komplotan memindahkan dana sesuai keinginan.

“Pemindahan dana secara in absentia senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampungan dilakukan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit,” ujarnya.

Aksi dilakukan pada waktu tertentu biasanya pada hari Jumat pukul 18.00 mendekati jam tutup operasional sekaligus hari libur untuk mengelabui sistem bank. Namun, praktik ini tetap terendus karena pihak bank menemukan transaksi mencurigakan.

Laporan disampaikan ke Bareskrim Polri. Penyidik Subdit Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri langsung berkomunikasi dengan PPATK untuk menelusuri dan memblokir harta hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut.

 

Terkini