Pemerintah Tegaskan Komitmen Berikan Kepastian Hukum Tanah

Pemerintah Tegaskan Komitmen Berikan Kepastian Hukum Tanah
Menteri Nusron Hadiri rapat kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)

Jakarta,  – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat kepastian hukum tanah ulayat melalui pendaftaran sistematis Selasa (11/02) 

 Hal ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) hari ini. Nusron menekankan bahwa langkah ini penting untuk mencegah konflik pertanahan dan melindungi hak masyarakat adat. 

Dalam paparannya, Nusron menjelaskan bahwa tanah ulayat harus memiliki dasar hukum yang jelas melalui pencatatan resmi. “Pendaftaran mencakup penetapan batas wilayah, kepemimpinan adat yang diakui, serta mekanisme pengelolaan yang transparan,” ujarnya. Ia menambahkan, proses ini akan melibatkan kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas adat, dan pihak terkait untuk memastikan keakuratan data.  


Langkah ini dinilai krusial mengingat maraknya sengketa tanah antara masyarakat adat dengan korporasi atau pihak lain dalam beberapa tahun terakhir. Data BPN mencatat setidaknya 120 kasus konflik lahan terkait tanah ulayat pada 2024. Pendaftaran diharapkan menjadi solusi preventif sekaligus mempertegas pengakuan negara terhadap hak-hak masyarakat adat sesuai amanat konstitusi.  


Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Basarah, menyambut positif komitmen Kementerian ATR/BPN. “Ini langkah progresif untuk menyeimbangkan pembangunan dan keadilan bagi masyarakat adat,” ujarnya. Basarah mendorong percepatan sosialisasi program ke daerah-daerah, terutama di wilayah dengan populasi adat tinggi seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua.  


Nusron memaparkan, pendaftaran tanah ulayat akan dilakukan bertahap mulai 2025–2029. Tahap awal meliputi identifikasi wilayah adat, verifikasi data sejarah, dan pemetaan partisipatif. Pemerintah juga menyiapkan pelatihan teknis bagi aparatur desa dan pemangku adat untuk memfasilitasi proses pendataan.  


Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota DPD RI mengingatkan pentingnya melibatkan masyarakat adat secara langsung. “Mereka harus menjadi subjek, bukan objek dalam proses ini,” tegas Maria Katoppo, perwakilan Sulawesi Utara. Menanggapi hal ini, Nusron menjamin akan membentuk tim mediator di setiap provinsi untuk memastikan partisipasi aktif komunitas adat.  


Meski mendapat dukungan, sejumlah tantangan diakui masih menghadang, seperti tumpang tindih klaim lahan dan minimnya dokumentasi historis. Untuk itu, BPN berencana menggandeng akademisi dan LSM untuk merekonstruksi batas adat berbasis kearifan lokal. Teknologi drone dan sistem informasi geografis (SIG) juga akan dimanfaatkan untuk pemetaan.  


Menutup rapat, Nusron menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hanya tentang administrasi, tetapi juga upaya memperkuat identitas bangsa. “Tanah ulayat adalah warisan leluhur yang harus dijaga keberlanjutannya,” pungkasnya. Diharapkan, pendaftaran tanah adat dapat menjadi fondasi harmonisasi antara pembangunan nasional dan pelestarian budaya.