KotaKu Tembilahan: “starting point of success”

Tembilahan Titik Awal Gerak Maju dari Pesisir Timur Pulau Sumatera

Tembilahan Titik Awal Gerak Maju dari Pesisir Timur Pulau Sumatera

Penulis: Dr. H. Agus Maulana., SE., MM
Dosen Unisi, Pengamat Ekonomi Riau, Anggota APKI Provinsi Riau.
 

Studi kali ini berbasis data Ekonomi Mikro, Kultur Lokal, dan Indeks Religiusitas bahwa Tembilahan, ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, yang merupakan kota pesisir di timur Pulau Sumatera yang secara geografis terletak di kawasan Segitiga Emas ekonomi Sumatera—berbatasan dengan Selat Malaka, Provinsi Riau, dan Kalimantan. Meskipun berpenduduk hanya sekitar 705.041jiwa (2024), Tembilahan menunjukkan dinamika ekonomi mikro yang menonjol dengan perputaran uang mencapai Rp400 miliar per minggu, angka yang setara dengan kota menengah di Indonesia (BI, 2023).

Keberadaan 10 lembaga keuangan formal termasuk BRI, BNI, BCA, Mandiri, BRK Syariah, BSI, Danamon, Bank Mega, Bukopin, BPR Gemilang dan Pegadaian menjadi indikator kuat dari aktivitas ekonomi mikro yang dinamis (Otoritas Jasa Keuangan, 2022). Angka ini jauh melampaui rata-rata kota sekelasnya (populasi < 1.000.000), yang hanya berkisar Rp800–1.200 miliar/bulan (World Bank, 2021).

Namun demikian, pernah terekam oleh peneliti sebelum Covid-19 dan pemberlakuan Digitalisasi Transaksi Perbankan, bahwa BRK Sy (BPD Riau) meminjamkan uang cash sekian milyar kepada salah satu Bank BUMN akibat kekurangan uang cash. Itupun BPD Riau diuntungkan karena Dana APBD tersimpan disana, takhayal jika Depositnya yang terbesar diantara perbankan yang ada di Riau.

Menganalisis transformasi Tembilahan sebagai kota kecil dengan daya ekonomi tinggi, berbasis pada kultur kelapa, pertanian padi, pinang, gula kelapa dan perkebunan sawit, serta hasil tangkapan ikat laut di jermal-jermal sehingga menjadi daerah pengahasilan Masyarakat yang melimpah dan memiliki karakter religious menjadikan mereka budaya berangkat haji menjadi sebuah kebanggaan keluarga, namun demikian dengan masa tunggu hingga 15 tahun, mencerminkan tingginya tingkat religiusitas masyarakat (Kemenag Riau, 2023). Dapat diprediksi Deposit Dana Haji dengan satu kloter mencapai 451 jamaah. Bahkan pendaftar CJH mencapai 605, jika dikali 25 juta dikali 15 tahun prediksi mencapai angka fantastis Rp 227 milyar atau bahkan bisa menunggu masa antrian hingga 25 tahun maka angka fantastis itu berdeposit Rp 378 milyar. Tembilahan menjadi kasus unik dalam pembangunan inklusif di wilayah pesisir. Temuan menunjukkan bahwa keberadaan lembaga keuangan, kombinasi ekonomi agraris, dan religiusitas tinggi menciptakan ekosistem pembangunan yang khas. Tembilahan sebagai model kota pesisir berbasis ekonomi mikro dan keagamaan untuk daerah serupa di Indonesia.

Secara geografis, Tembilahan terletak di kawasan Segitiga Emas Sumatera, yang menghubungkan ekonomi pesisir Riau, Selat Malaka, dan jalur perdagangan internasional. Kota ini juga dikenal sebagai pusat kultur kelapa bulat yang dikirim keberbagai negara sebagai perdagangan lintas batas seperti ke Singapore (ikan laut, kelapa bulat), Malaysia (kopra, gula kelapa), Vietnam (kelapa salai putih), India (pinang), China (arang tempurung). Dalam strategi pergagangan ini hendaknya BUMDes mampu melirik pasar ekspor ini dijadikan unit usaha yang sangat menggiurkan dan menguntungkan. Faktor pendorong utama yaitu kekuatan UMKM 68% penduduk terlibat dalam usaha mikro (kelapa, padi, sawit, perikanan). Ekonomi berbasis komoditas Ekspor minyak kelapa dan CPO skala kecil ke Malaysia dan Singapura. Kehadiran bank syariah (BRK Syariah dan BSI) Mendorong inklusi keuangan tanpa bunga, sesuai budaya lokal. Apalagi didorong dengan sistem bagi hasil (syariah) yang diterapkan pada perbankan di beberapa negara eropah dan negara maju, memberikan rekomendasi agar seluruh perbankan di Indonesia beralih pada Perbankan Syariah yang sangat besar hasilnya dibandingkan sistem bunga saat ini. Hal ini mulai banyak disadari oleh Masyarakat dan dunia.

Keberadaan 10 lembaga keuangan formal di Tembilahan sangat langka untuk kota sekecil ini. Perbandingan dengan kota serupa (seperti Bengkalis atau Selat Panjang) menunjukkan hanya 4–6 bank (BPS, 2023). Kehadiran BCA, Mandiri, dan BNI menandakan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi lokal. Terindikasi mulai beroperasinya Bank Riau Kepri Syariah 2005, BRI 1978, BNI 1982, BCA 2010, Mandiri 2008, BSI Syariah 2015, Danamon 2006, Bank Mega 2012, Bukopin 2014, BPR Gemilang sejak 2005, Pegadaian BUMN (Syariah) 2010.
Indragiri Hilir dikenal sebagai Coconut Village karena produksi kelapa, minyak kelapa tradisional maupun modern dengan beberapa turunannya yang telah berlangsung sejak abad ke-19 sejak kedatangan Tuan Guru Safat sebagai Mufti Indragiri yang mengajarkan kepada murid-muridnya membuka hutan, membuat parit-parit agar lahan rawa gambut menjadi kering sehingga dapat berkebun dan sekaligus parit parit tersebut digunakan sebagai sarana transportasi mengalirkan buah kelapa ke muara tempat melangkau/mengolah kelapa mejadi kopra sehingga dapat dikirim ke Spore. Data Dinas Pertanian Indragiri Hilir (2023) mencatat Luas lahan kelapa 341.762 hektar sedangkan yang rusak terabrasi air laut seluas 75.000 hektar akibat rusaknya hutan mangrove (Disbuntan,2022). Produksi minyak kelapa mencapai 800.000 ton/thn oleh industri besar. Namun 45% UMKM berbasis kelapa (sabun, minyak goreng, vco, kerajinan tempurung) masih belum dimaksumalkan secara modern yang dilakukan oleh petani. Saat ini juga belum banyak dilirik oleh BUMDes untuk mengarah pada industry turunan kelapa, sehingga kebanyakan BUMDes banyak bergerak pada perdagangan jual beli kelapa bulan dan kelapa jambul yang dikirim ke pabrik atau di ekspor di negara luar/tetangga.

Selain itu, Indragiri Hilir merupakan lumbung padi lokal (2024) dengan produksi pagi 57.345 ton/tahun dan beras 32.910 ton/tahun, serta memiliki 12.750 hektar perkebunan sawit rakyat, luas kebun pinang 19.039 hektar (2019), hasil tangkapan laut 45.569 ton/th ditambah perikanan darat 5.925 ton/th dengan total 54.494 ton/th (2021). Di Indragiri Hilir, khususnya di Kota Tembilahan yang tidak memiliki Plaza/Mall dan Waterboom serta tempat hiburan lainnya dan kebanyakan mereka berlibur ke Batam, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Padang, sementara pengahasilan Masyarakat Indragiri Hilir ADHB (2023) atas dasar harga berlaku sebesar Rp 129,26 juta per tahun per kapita, takheran jika masyakarat banyak menyekolahkan anaknya kuliah diluar kota Tembilahan, seperti di Pekanbaru, Jambi ataupun di Yogjakarta atau bahkan Jakarta dan Bandung, bahkan mereka berprinsip untuk membeli perumahan dengan cicilan dari pada menyewa untuk tempat tinggal anak kuliahnya.

Untungnya beberapa Kampus di Kota Tembilahan masih dapat bertahan dan merangkak maju dalam 20 tahun terakhir ini, terekam dari sejak berdirinya STIE Sri Gemilang di tahun 1999 di susul Politeknik Gambut Indragiri yang di Tahun 2008 bergabung menjadi Unisi hingga saat ini, adapula STIKES Husada Gemilang dan STAI Auliaurrasyidin yang menjadi tempat berkuliahnya anak seribu parit bahkan saat ini berdatangan mahasiswa berasal dari Jawa, Sumbar dan Lampung. Kajian medalam yang pernah dilakukan pengamat dengan daya serap mahasiswa stabil minimal 1.200 orang, dengan mempekerjakan 100 tenaga pengajar dan karyawan, dengan gaji rerata Rp4 juta ditopang dengan SPP persemestar Rp3,75 juta dan beasiswa KIP 50 % maka akan mampu bertahan dengan surplus dibawah 0,8 % dari biaya operasional. Hal ini yang akan menjadikan University Mutuarity & Development at Small City.

Pengamat dapat menyimpulkan dari banyak sumber bahwa Kelapa Pohon kehidupan bukan hanya komoditas, tapi identitas. Dari akar sampai daun, semua dimanfaatkan ujar Kepala Desa Kelapa Tujuh. Antrian Haji Terpanjang di Riau berdasarkan data Kementerian Agama Riau (2024), Tembilahan memiliki daftar tunggu jamaah haji terpanjang di Riau, yaitu 15 hingga 25 tahun, jauh di atas rata-rata provinsi (8–10 tahun). Orang Tembilahan rela tidak beli motor, asal bisa nabung buat haji ujar Petugas Haji Kemenag. Dengan jumlah pendaftar aktif sebanyak 3.200 orang pertahun, angka ini mencerminkan Tingkat partisipasi keagamaan yang sangat tinggi.

Kemandirian ekonomi yang memungkinkan warga menabung untuk haji. Peran lembaga keuangan syariah dalam pembiayaan haji. Dampak itu mengakibatkan banyak yang memutuskan umroh dan rerata 120 orang perbulan jamaah yang berangkat dari berbagai jasa travel di Kota Tembilahan. 
Secara ilmiah dikatakan Analisis Konseptual Tembilahan sebagai Model Kota Pesisir Maju. Tembilahan memenuhi tiga kriteria kota maju menurut (Glaeser:2011) ditopang akses keuangan, produktivitas ekonomi, dan kualitas hidup. Namun, model Tembilahan unik karena tidak bergantung pada industri besar, melainkan pada ekonomi mikro berbasis komoditas dan keuangan inklusif. Model ini selaras dengan teori Urban Resilience in Coastal Communities (Adger, 2000) dan Islamic Finance and Economic Inclusion (Beck et al., 2018). Tembilahan membuktikan bahwa kota kecil bisa tumbuh melalui Integrasi budaya lokal dan ekonomi modern. Pemanfaatan keuangan syariah untuk pemberdayaan. Penguatan sektor agraris sebagai fondasi ekonomi.

Akhirnya, Pengamat merekomendasikan agar Kebijakan BUMDes mengarah pada Pengembangan Klaster Ekonomi Kelapa Berbasis Industri 4.0, Digitalisasi UMKM kelapa melalui e-commerce dan fintech. Pelatihan ekspor digital untuk pelaku usaha. Pusat Keuangan Mikro Syariah Regional, Tembilahan diusulkan sebagai pilot project OJK untuk Islamic Microfinance Hub. Program Tabungan Haji Berbasis Zakat dan Wakaf, Kolaborasi bank syariah dan Kemenag untuk memperpendek antrean. Pariwisata Budaya Kelapa dan Religius, Festival Minyak Kelapa dan Wisata Silaturahmi Sehati (Serikat Haji Indonesia).