Jakarta, – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Jakarta Selatan bersama Front Mahasiswa Nasional (FMN), Aliansi Gerakan Reforma Agraria(AGRA), Dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia(GSBI) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Agenda Reforma Agraria dalam Bayang-Bayang Militerisme dan Ancaman Krisis Pangan”, bertempat di Sekretariat GMNI Jakarta Selatan. Diskusi ini menghadirkan pemateri dari berbagai organisasi gerakan rakyat, di antaranya ismet Inoni: Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) dan Kepala Departemen Hukum, Advokasi dan Kampanye Massa DPP GSBI, Titi Suhada dari PP Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), L Muhammad Rizaldy, Ketua Umum Front Mahasiswa Nasional (FMN), serta dimoderatori oleh Bung Dhiva Trenadi Wakil Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan Senin (22/09)
Agenda ini digelar bertepatan dengan momentum Hari Tani Nasional 2025, dengan tujuan mengupas persoalan agraria yang hingga hari ini masih menjadi sumber ketidakadilan struktural di Indonesia.
Reforma Agraria dalam Bayang Militerisme Sejumlah pemateri menyoroti kebijakan pemerintah, khususnya Instruksi Presiden No. 25 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang membentuk Satgas PKH. Kebijakan ini dinilai menjadi bentuk baru land grabbing yang melibatkan militer melalui perusahaan agribisnis negara, Agrinas. Implementasinya di Sumatera dan Kalimantan telah menimbulkan dampak negatif bagi rakyat, sekaligus memperlihatkan praktik accumulation by dispossession ala kapitalisme kuno.
Selain itu, revisi UU TNI juga disebut semakin memperkokoh keterlibatan militer dalam persoalan agraria, yang berimplikasi pada represi terhadap pejuang hak agraria, kriminalisasi, dan tindakan kekerasan di pedesaan.
Warisan Kebijakan Gagal dan Ancaman Krisis Pangan
Diskusi ini juga mengkritik warisan kebijakan dari era Jokowi yang dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Sejumlah proyek strategis seperti food estate, Makan Bergizi Gratis (MBG), dan program ketahanan pangan berbasis investor dinilai gagal menjawab kebutuhan rakyat.
Fakta di lapangan menunjukkan adanya:
Kegagalan struktural dalam mengelola tanah, air, dan sumber daya pertanian.
Monopoli lahan yang semakin masif di Era Prabowo-Gibran
Politik pangan yang elitis, menjadikan program pemerintah sebagai ruang patronase politik.
Tekanan ekonomi terhadap petani dan nelayan akibat impor besar-besaran serta harga komoditas yang anjlok.
Pemangkasan Anggaran Pendidikan untuk Program Anti Reforma Agraria Sejati
Program prioritas (MBG, food estate, dll.) APBN 2025 telah memangkas berbagai anggaran kementerian/lembaga pemerintahan yang lain. Ketua Umum FMN, L Muhammad Rizaldy berpendapat bahwa: hilangnya subsidi pendidikan untuk mahasiswa semata-mata disebabkan oleh pemangkasan anggaran pendidikan tinggi, dasar, dan menengah. APBN 2025 hanya menggelontorkan 20% anggaran untuk pendidikan tinggi (700 t). Besaran anggaran ini adalah yang paling kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Anggaran tersebut lalu akhirnya harus dipangkas kembali sebesar 44% untuk membiayai MBG dan 39% untuk anggaran pendidikan kedinasan (TNI, POLRI, BIN, dll.).
Masalahnya, pemangkasan subsidi pendidikan justru digelontorkan untuk menopang program-program yang merintangi perjuangan reforma agraria sejati: MBG yang pernah meracuni ribuan siswa-siswi sekolah dasar dan menengah. Pemangkasan juga dilakukan untuk menopang kebutuhan biaya pendidikan aparatus represif negara yang akan menjadi serdadu represif di hari depan.bear
Persoalan Buruh Sawit dan Nelayan
Diskusi ini menyoroti kondisi buruh sawit yang masih bergulat dengan upah murah, tidak adanya jaminan kerja, pengabaian hak maternitas, serta paparan bahan kimia berbahaya. Sementara itu, di sektor kelautan, nelayan menghadapi rendahnya harga komoditas, pembatasan wilayah tangkap, serta ancaman agenda Blue Economy.
Reforma Agraria Sejati sebagai Jalan Pembebasan
Seluruh pemateri menegaskan bahwa reforma agraria sejati adalah syarat mutlak kedaulatan pangan. UUPA 1960 disebut sebagai pintu masuk perjuangan, namun harus dilampaui dengan perombakan struktural terhadap kepemilikan tanah yang monopolistik dan feodalistik.
“Revolusi Indonesia tanpa landreform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi,” tegas moderator mengutip Bung Karno.
Kaum muda, mahasiswa, buruh, dan petani harus bersatu dalam satu front perjuangan nasional. Persatuan kota dan desa, pengorganisiran rakyat, serta pendidikan yang membebaskan menjadi kunci untuk menuntaskan amanat penderitaan rakyat.
Seruan Aksi Memperingati HTN 2025
Diskusi ini menutup dengan seruan bahwa penderitaan rakyat di pedesaan maupun perkotaan adalah tanggung jawab bersama. Reforma agraria sejati harus menjadi agenda utama perjuangan rakyat untuk merebut kembali kedaulatan bangsa dari cengkeraman monopoli tanah dan modal asing.