Mitigasi Konflik Gajah Sumatera Diperkuat: BBKSDA Riau Gunakan Teknologi GPS Collar di TNTN

Mitigasi Konflik Gajah Sumatera Diperkuat: BBKSDA Riau Gunakan Teknologi GPS Collar di TNTN

PEKANBARU - Untuk mencegah konflik antara manusia dan gajah liar, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau melakukan mitigasi berupa pemasangan alat pelacak kalung Global Positioning System (GPS) pada seekor gajah liar betina di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan.

Pemasangan GPS Collar juga melibatkan TNTN Center, TNTN Foundation, serta sejumlah mitra konservasi lainnya.

"Teknologi GPS Collar merupakan alat vital untuk mengembangkan sistem peringatan dini guna mencegah konflik antara gajah dan manusia," kata Kepala BBKSDA Riau, Supartono, SHut MP, Senin (10/11).

Menurut Supartono, dengan pemasangan GPS Collar, ia dapat memantau pergerakan gajah secara langsung (real-time). Hal ini memungkinkan tim di lapangan untuk mengantisipasi potensi konflik dengan lebih cepat dan mengambil tindakan yang tepat. 

“Data yang diperoleh juga akan memperkuat basis informasi konservasi,” kata Supartono.

Gajah yang dilengkapi peralatan berteknologi tinggi tersebut adalah seekor gajah betina dewasa berusia sekitar 40 tahun dengan berat 3,3 ton. Berdasarkan pengamatan tim, gajah ini merupakan pemimpin kelompok atau gajah dominan yang sering diikuti oleh beberapa ekor gajah lainnya.

“Memasang alat pada gajah dominan penting untuk memetakan pola pergerakan seluruh kelompok secara lebih akurat,” tambah Supartono.

Hal ini, jelas Supartono, berarti proses pemasangan membutuhkan persiapan yang matang dan koordinasi yang tepat. Dua ekor gajah jinak dari Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Minas juga diterjunkan untuk membantu, dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan satwa liar yang terlibat.

Saat ini bernama Supartono, populasi gajah liar di enklave Tesso Tenggara diperkirakan mencapai 30 ekor. Dengan pemasangan GPS Collar ini, pergerakan dan area jelajah gajah dapat dipantau secara akurat, sehingga strategi mitigasi dapat dilakukan secara lebih efektif dan terukur.

"Kolaborasi ini merupakan wujud nyata komitmen bersama berbagai pihak dalam menjaga keharmonisan antara manusia dan satwa liar. Gajah Sumatra merupakan ikon konservasi Bumi Pendaratan Kuning yang harus kita jaga keberadaannya," pungkas Supartono.