SERIBUPARITNEWS.COM,TELUKKUANTAN- Mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kabupaten Kuansing Fahruddin ST alias Paka mendapat tambahan hukuman dari Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru atas banding pihak Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ruang pertemua Hotel Kuansing. Paka mendapat tambahan hukuman 1 tahun menjadi 8 tahun penjara.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuantan-Singingi (Kuansing) Hadiman MH dalam keterangan terlulis yang diterima, Selasa (23/11/2021) siang menyebut, dalam sidang putusan banding JPU di Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru pada Senin (22/11/2021) kemarin, pihak PT akhirnya menambah hukuman dua terdakwa kasus ruang pertemuan Hotel Kuansing dalam hal ini Fahruddin selaku mantan Kadis CKTR dan Alfion Hendra selaku PPTK masing-masing 1 tahun dari putusan hukuman sebelumnya dari Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Pekanbaru.
''Masing-masing ditambah hukumannya 1 tahun dari putusan sebelumnya di PN Pekanbaru,'' ujar Hadiman.
Oleh karena itu, Fahruddin menerima hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sedangkan untuk Alfion Hendra menerima penambahan hukuman menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Sebelumnya pada Jumat 27 Agustus 2021 yang lalu Majelis Hakim Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan vonis kepada Fahruddin alias Paka hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sedangkan Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Atas putusan Hakim PN Pekanbaru tersebut, pihak JPU dari Kejari Kuansing memutuskan banding terhadap vonis yang telah diberikan.
Vonis hakim tersebut dinilai lebih ringan dari tuntutan yang dibacakan JPU dalam sidang sebelumnya. Penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing sebelumnya menuntut 8 tahun penjara terhadap mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Fakhruddin ST dan stafnya Alfion Hendra selaku PPTK selama 6 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi Hotel Kuansing yang merugikan negara Rp5 miliar lebih.
Diketahui, pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2. Pada pos mata belanja diketahui terdapat kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.
Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR kabupaten setempat. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing.
Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progres pekerjaan.
PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.
Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaan sebesar 44,5 persen, dan total yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar.
Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut.
Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.
Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya.
Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. "Hasil perhitungan kerugian kerugian negara kerugian 5.050.257.046,21," kata JPU.
Sumber:Kajari Kuansing
Laporan: Ridhomagribi