Jakarta, – Sejak awal tahun hingga pertengahan Februari 2025, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menghadapi serangkaian tantangan kompleks. Mulai dari polemik sertipikat tanah di atas laut, kasus sengketa lahan, hingga insiden kebakaran di lingkungan internal kementerian Rabu (12/02).
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan pentingnya menjaga konsentrasi kerja di tengah dinamika tersebut.
Isu sertipikat tanah yang terbit di atas wilayah laut di Kabupaten Tangerang, Bekasi, dan Sidoarjo memicu kritik publik. Dokumen tersebut dinilai bertentangan dengan regulasi tata ruang dan berpotensi merusak ekosistem pesisir. Kementerian ATR/BPN tengah mengkaji ulang proses penerbitan sertipikat tersebut, termasuk dugaan pelanggaran prosedur oleh oknum tertentu.
Di Tambun, Bekasi, kasus sengketa lahan antara warga dan pengembang kembali memanas. Ratusan warga menuntut kejelasan status kepemilikan tanah yang diklaim sebagai hak adat. Aksi protes sempat berujung pada ketegangan dengan aparat keamanan, memaksa Kementerian ATR/BPN mempercepat mediasi untuk mencegah eskalasi.
Tantangan internal juga muncul setelah kebakaran melanda ruang Humas Kementerian ATR/BPN pada awal Februari. Meski tidak ada korban jiwa, dokumen penting dan sejumlah peralatan rusak. Pihak berwenang masih menyelidiki penyebab kebakaran, meski dugaan awal mengarah pada korsleting listrik.
Dalam Rapat Pimpinan hari ini, Menteri Nusron meminta seluruh jajaran Eselon I dan II tetap fokus pada tugas pokok. “Jangan sampai kinerja kita terpengaruh opini publik yang tidak berdasar. Pusat kendali informasi telah bekerja memantau semua perkembangan,” tegasnya. Ia menekankan pentingnya koordinasi antarunit untuk menangani masalah secara sistematis.
Kementerian mengandalkan Pusat Kendali Informasi (Puskinfo) untuk memfilter dan merespons isu secara cepat. Puskinfo disebut telah menyiapkan tim khusus untuk mengawasi pemberitaan terkait sertipikat laut dan kasus Tambun. Langkah ini diharapkan mencegah misinformasi dan memastikan respons pemerintah tepat sasaran.
Di tengah upaya penanganan, sejumlah pakar hukum agraria mengkritik lambatnya transparansi kementerian. “Publik berhak tahu proses audit sertipikat ilegal dan langkah hukum yang diambil,” ujar Dewi Sartika, akademisi Universitas Indonesia. Tekanan juga datang dari LSM lingkungan yang mendesak audit menyeluruh terhadap izin tata ruang di wilayah pesisir.
Menteri Nusron menjanjikan penyelesaian seluruh kasus secara berproses dan sesuai hukum. “Kami akan perbaiki sistem pengawasan dan kolaborasi dengan pemda untuk mencegah pengulangan masalah,” ujarnya. Ia juga meminta masyarakat tetap tenang sembari memastikan layanan pertanahan tetap berjalan optimal. Upaya ini diharapkan memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi agraria.