Transformasi Energi Non-Fosil dari Bumi Melayu untuk Revolusi Energi Nasional

Jumat, 29 Agustus 2025 | 09:39:23 WIB

Mustika Riau, Untuk Indonesia Adil Sejahtera 

Penulis: Dr. H. Agus Maulana, SE., MM
Dosen Unisi, Pengamat Ekonomi Riau, Anggota Permigastara Pusat
 

Provinsi Riau memiliki potensi luar biasa dalam pengembangan energi terbarukan (ET), yang dikenal sebagai "Mustika Riau".  Posisi geografisnya yang strategis di garis khatulistiwa memberikannya keunggulan signifikan dalam pemanfaatan berbagai sumber energi, mulai dari tenaga surya, angin, hingga biomassa dan air. Provinsi Riau, yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki potensi luar biasa sebagai pusat energi terbarukan nasional. Dengan posisi geografis strategis dikelilingi Samudra Hindia (barat), Selat Malaka (timur), Laut Cina Selatan (utara) dan kondisi alam yang unik, Riau menawarkan kombinasi sumber energi terbarukan (renewable energy) yang hampir lengkap: surya, angin, biomassa, energi gelombang, hidro, dan geotermal potensial. 
Kajian ilmiah ini mengkaji secara mendalam potensi energi terbarukan Riau berdasarkan karakteristik geografis, klimatologis, dan ekosistemnya, termasuk: (1) intensitas sinar matahari > 5 kWh/m²/hari, (2) kecepatan angin pantai 5–7 m/s, (3) biomassa dari kelapa, sawit, dan gambut, (4) energi gelombang dan arus laut, (5) potensi mikrohidro dari air terjun dan sungai deras di kawasan Bukit Tiga Puluh, Indragiri Hulu, dan perbatasan Sumatera Barat, serta (6) panas bumi dari sistem geotermal lokal. Riau dapat menjadi lokomotif revolusi energi non-fosil di Indonesia. Dengan meninggalkan ketergantungan pada minyak bumi dan batu bara, Riau dapat membangun ekosistem energi hijau yang berkelanjutan, adil, dan berdaulat. Artikel ini mengusulkan peta jalan energi terbarukan Riau 2025–2045, dengan target 70% energi terbarukan pada 2045, sebagai kontribusi nyata menuju Indonesia Emas 2045. Studi ini menyimpulkan bahwa Riau bukan hanya "Mustika Nusantara", tetapi juga "Mustika Energi Hijau" yang siap memimpin transisi energi nasional.

Indonesia berada di persimpangan krisis iklim dan transisi energi global. Dengan komitmen Net Zero Emission (NZE) pada 2060, dan visi Indonesia Emas 2045, negara ini membutuhkan revolusi energi dari dominasi bahan bakar fosil menuju **sistem energi terbarukan yang berkelanjutan, adil, dan berdaulat. Provinsi Riau, selama ini dikenal sebagai Provinsi Minyak, justru memiliki potensi besar untuk meninggalkan era fosil dan menjadi pioneer energi hijau. Dengan posisi di khatulistiwa, Riau menerima radiasi matahari sepanjang tahun (5.1–5.8 kWh/m²/hari) (NASA, 2023), angin pantai yang konsisten, hutan dan lahan gambut yang luas, serta jaringan sungai dan air terjun yang deras, provinsi ini layak disebut Mustika Energi Terbarukan.

Tujuan Kajian : 1. Mengevaluasi potensi energi terbarukan Riau berdasarkan kondisi geografis dan iklim. 2. Menganalisis kelayakan teknis dan ekonomi setiap sumber energi. 3. Mengusulkan peta jalan transisi energi dari fosil ke terbarukan. 4. Menunjukkan peran Riau dalam mencapai Indonesia Adil, Sejahtera, dan Emas 2045.

Potensi Sumber Energi Terbarukan di Riau
1. Energi Surya (Solar Energy)
Riau terletak di garis khatulistiwa, yang menjadikannya daerah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi sepanjang tahun. Potensi ini sangat ideal untuk instalasi panel surya fotovoltaik (PV) skala besar.  Pemanfaatan energi surya dapat mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan berkontribusi pada penurunan emisi karbon. - Radiasi Matahari: Rata-rata 5.5 kWh/m²/hari (BMKG, 2023) berarti sangat layak untuk PLTS. - Luas Lahan Tidak Produktif: > 300.000 ha (bekas tambang, gambut terdegradasi). - Potensi Kapasitas:  PLTS Atap: 1.200 MW, PLTS Terestrial: 5.000 MW (di lahan bekas tambang). “Indonesia’s equatorial position makes solar the most viable renewable source." (IEA, 2022)

2. Energi Angin (Wind Energy)
Di sebelah utara, Riau berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Kepulauan Riau, sementara di timur berbatasan dengan Selat Malaka. Lokasi ini memiliki potensi kecepatan angin yang konsisten, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan turbin angin di wilayah pesisir. Studi pendahuluan menunjukkan bahwa kecepatan angin di beberapa area pesisir Riau cukup untuk menghasilkan listrik dari tenaga angin. - Kecepatan Angin:  Pantai Timur (Indragiri Hilir): 5.2 m/s  kemudian - Pantai Timur (Bengkalis, Meranti): 6.1 m/s  kemudian - Kepulauan Riau (perbatasan): 7.0 m/s - Zona Layak : > 5 m/s → layak untuk PLTB skala kecil-menengah. Dan - Potensi Kapasitas: 1.800 MW (terutama di pesisir timur dan kepulauan)

3. Energi Air
Riau memiliki beberapa sungai besar yang mengalir deras dari perbukitan, termasuk aliran dari Bukit Barisan dan pegunungan di Jambi serta Sumatera Barat. Selain itu, terdapat air terjun seperti di Bukit Tiga Puluh. Aliran air yang deras ini adalah sumber daya yang sempurna untuk pembangkit listrik mikrohidro dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala kecil hingga menengah. Air Terjun 86 yang memiliki ketinggian 30,86 meter menjadi salah satu destinasi alam yang menarik perhatian wisatawan. Air terjun ini terletak di kilometer 86 Jalan Raya Lintas Timur Sumatera, tepatnya di Dusun Simpang Pendowo, Desa Keritang Hulu, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir. Terletak di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Air Terjun 86 menawarkan pesona alami yang berasal dari aliran sungai yang jernih dan segar dengan menempuh jarak sekitar 20 kilometer dengan jalan tanah yang hanya dapat dilalui oleh sepeda motor atau kendaraan roda empat sejenis jeep. Hal ini menunjukan limpahan energi yang cukup besar dari debit air yang mengalir disepanjang 20 km induk Sungai maupun cabang-cabangnya yang memungkinkan untuk dilakukan PLTA skala besar dari aliran Sungai yang dialirinya. Energi Hidro (Mikrohidro dan Minihidro) - Sumber Air :  - Air terjun Bukit Tiga Puluh (Indragiri Hulu). - Sungai Rokan, Sungai Kampar, Sungai Indragiri. - Aliran dari Gunung Tujuh (Jambi) dan Barisan (Sumbar). - Potensi Kapasitas : 600 MW (terutama mikrohidro < 1 MW di desa-desa pegunungan)

4. Energi Biomassa dan Gambut
Kesuburan tanah Riau dan lahan gambut yang luas menyediakan potensi besar untuk pengembangan biomassa. Limbah pertanian, seperti cangkang sawit dan serat, dapat diubah menjadi bahan bakar untuk pembangkit listrik biomassa. Pemanfaatan biomassa juga membantu mengelola limbah dan menciptakan ekonomi sirkular. Produk sampingan kelapa sawit dikenal banyak kalangan sebagai bahan baku yang baik untuk bahan bakar pada pembangkit listrik. Banyak negara di dunia ini yang mulai beralih ke biomassa sawit karena merupakan sumber bahan bakar yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Banyak ragam biomassa sawit, termasuk di antaranya tandan buah kosong, serat buah, cangkang, batang pohon, pelepah serta Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit. Dari semua biomassa sawit yang ada, sebanyak 70% merupakan pelepah pohon sawit, sedangkan tandan buah kosong mencapai 10% dan batang sawit mencapai 5%. Sebanyak 89% dari total biomassa yang dihasilkan umumnya digunakan sebagai bahan bakar, mulsa, dan pupuk. Biomassa juga bisa diubah menjadi bio batubara sebagai pengganti batu bara. Penggunaan bio pelet atau bio batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik lebih ramah lingkungan karena bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pembangkit listrik berbahan bakar biomassa juga bisa diintegrasikan dengan pabrik pengolahan kelapa sawit sehingga menjadi sumber energi terbarukan selalu tersedia. Keberadaanya sekaligus juga mendatangakan manfaat besar bagi masyarakat. Energi Biomassa dan Biogas: - Sumber Biomassa:  - Kelapa: 12.500 ha → sabut, tempurung, minyak. - Sawit: 1,2 juta ha terdapat tandan kosong, cangkang, POME - Gambut terdegradasi: 400.000 ha mengandung bahan baku biocarbon. - Potensi Listrik :  - PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa): 1.500 MW. - Biogas dari POME: 300 MW. "Palm oil waste is not trash, it’s energy." (Yusuf et al., 2021)

5. Energi Panas Laut dan Gelombang Laut
Di sebelah barat, Riau berbatasan dengan Samudra Hindia, sementara di timur berbatasan dengan Selat Malaka. Lokasi ini memiliki potensi untuk pengembangan energi dari perbedaan suhu air laut (Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC) dan energi gelombang laut. Namun, teknologi ini masih dalam tahap awal dan memerlukan studi lebih lanjut untuk kelayakan komersial. Energi Gelombang dan Arus Laut. - Lokasi Strategis : - Selat Malaka: arus kuat (2–3 knot). - Samudra Hindia: gelombang tinggi (2–4 m). - Pesisir Mangrove: potensi osmosis tekanan (blue energy) - Teknologi: Wave Energy Converter (WEC), Tidal Turbine - Potensi Kapasitas : 800 MW (jika dikembangkan secara bertahap).

6. Potensi Pemanfaatan Sumber Daya Lainnya
Selain sumber daya terbarukan di atas, Riau juga memiliki sumber daya alam lain yang dapat menjadi bagian dari transisi energi. Contohnya adalah tambang emas dan tambang batu bara di perbatasan beberapa kabupaten, yang dapat digunakan sebagai jembatan transisi menuju energi non-fosil secara bertahap. Tambahan pula, ekosistem mangrove di pesisir timur memiliki potensi untuk konservasi dan penyerapan karbon, yang dapat melengkapi strategi energi terbarukan. Energi Geotermal (Potensial) : - Indikasi Geotermal :  - Zona Sesar Sumatera (perbatasan Sumbar). - Aktivitas vulkanik purba di Kuantan Singingi. - Potensi Eksplorasi : Perlu survei lebih lanjut, tetapi berpotensi 200–500 MW.

Revolusi Energi Menuju Era Non-Fosil
Pengembangan Mustika Riau akan menjadi pendorong utama revolusi energi di Indonesia, dari ketergantungan pada bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan beragam potensi energi terbarukan ini, Riau tidak hanya akan mencapai kemandirian energi, tetapi juga menjadi model bagi provinsi lain untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Peralihan ini akan membawa dampak positif, seperti: Ketahanan energi: Mengurangi risiko fluktuasi harga energi global. Perekonomian hijau: Menciptakan lapangan kerja baru di sektor teknologi hijau.
Lingkungan yang lebih bersih: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara. Dengan mengadopsi kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan investasi yang memadai, Riau dapat memimpin jalan menuju Indonesia yang adil dan sejahtera, dimulai dari energi terbarukan.

Studi Kelayakan dan Tantangan, Kelayakan Ekonomi yang bersumber (IRENA, 2023): PLTS dengan Biaya (USD/kWh) 0,04 – 0,06 dengan durasi 5-7 BEP / Thn adalah sangat layak, PLTB dengan Biaya (USD/kWh) 0,05 – 0,08 dengan durasi 6-8 BEP / Thn adalah layak, PLTBm dengan Biaya (USD/kWh) 0,07 – 0,10 dengan durasi 7-10 BEP / Thn adalah layak, Mikrohidro dengan Biaya (USD/kWh) 0,05 – 0,07 dengan durasi 5-7 BEP / Thn adalah sangat layak, Energi Gelombang dengan Biaya (USD/kWh) 0,15 – 0,25 dengan durasi 10-15 BEP / Thn adalah potensial (R&D)

Tantangan Utama : 1. Infrastruktur Jaringan Listrik - Jaringan transmisi lemah di daerah pegunungan dan kepulauan. 2. Regulasi dan Investasi - Subsidi energi fosil masih tinggi terhadap distorsi pasar. 3. Kemasyarakatan dan Lingkungan - Risiko konversi lahan gambut terhadap emisi karbon. 4. Teknologi dan SDM - Minimnya tenaga ahli energi terbarukan lokal.

Rumusan Pengamat pada Peta Jalan: Riau Menuju Indonesia Emas 2045, 
Tahap 1: 2025–2030 – Revolusi Energi Lokal - Bangun 500 MW PLTS di lahan bekas tambang - Kembangkan 200 MW mikrohidro di Bukit Tiga Puluh dan Indragiri Hulu. - Pilot project energi gelombang di Pulau Rupat. - Program biogas desa dari limbah sawit. 
Tahap 2: 2031–2035 – Konektivitas Energi Hijau. - Integrasi jaringan listrik antar kabupaten. - Bangun 1.000 MW PLTB di pesisir timur. - Kembangkan klaster energi biomassa di Pekanbaru dan Tembilahan. - Mulai ekspor energi ke Malaysia via kabel bawah laut.
Tahap 3: 2036–2045 – Riau sebagai Pusat Energi Hijau ASEAN. - Target 70% energi terbarukan. - Netral karbon di sektor energi. - Ekspor teknologi dan SDM energi hijau. - Riau sebagai "Green Energy Hub" Sumatera.

7. Studi Kasus Komparatif yang terdeteksi pada beberapa Lokasi :  Jawa Timur (PLTS Kertosono)
Dilakukan model PLTS di lahan terdegradasi dapat diaplikasikan di Riau sebagai Reklamasi lahan bekas tambang. Skotlandia (Orkney Islands) dengan model Energi gelombang & angin dapat diaplikasikan pada Desa mandiri energi. Jepang (Yamagata) dengan model Mikrohidro desa dapat diaplikasikan sebagai Pemberdayaan local. Jerman (Energi Komunitas) dengan model Koperasi energi dapat diaplikasikan sebagai Model kepemilikan warga

8. Rekomendasi Strategis
(1. Bentuk Badan Khusus Energi Terbarukan Riau (BETER). - Koordinasi antar kabupaten, investor, dan akademisi. (2. Gunakan Lahan Bekas Tambang untuk PLTS dan Biomassa. - Reklamasi hijau, bukan dikembalikan ke hutan. (3. Kemitraan Publik-Swasta (KPBU) untuk Energi Hijau. - Insentif pajak untuk investor energi terbarukan. (4. Pendidikan Energi Hijau di Sekolah dan Perguruan Tinggi - Kurikulum lokal: "Energi Terbarukan Riau". (5. Monitoring dan Evaluasi Berbasis Data Terbuka
  - Dashboard energi real-time (terbuka untuk publik).

9. Kesimpulan: Riau bukan hanya pusat minyak, tetapi mustika energi terbarukan yang belum sepenuhnya digali. Dengan potensi sinar matahari, angin, biomassa, air, dan gelombang yang melimpah, Riau memiliki semua elemen untuk menjadi pelopor revolusi energi non-fosil di Indonesia. Kajian ini membuktikan bahwa transisi dari minyak bumi ke energi terbarukan bukan hanya mungkin, tetapi mendesak dan menguntungkan. Dengan peta jalan yang jelas, dukungan kebijakan, dan partisipasi masyarakat, Riau dapat menjadi simbol Indonesia Adil, Sejahtera, dan Emas 2045. Saatnya "Tinggalkan Minyak, Mulai dari Riau" Mari menuju masa depan energi yang berkelanjutan, berdaulat, dan berkeadilan.

Terkini