INHILNEWS.COM,PEKANBARU - Kasus korupsi yang menjerat Terdakwa G dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp. 8,4 milyar pada proyek Disnakertrans Provinsi Riau TA 2016 yang sempat menghebohkan pemberitaan media beberapa bulan terakhir akhirnya lolos dari jerat hukuman 12,9 tahun penjara.
Hal tersebut dinyatakan dalam putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru (Jum’at, 14/08/2020).
Dalam putusan tersebut diketahui vonis Terdakwa G jauh lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebagai pelaksana kegiatan dalam proyek bernilai belasan milyar tersebut, Terdakwa G sebelumnya dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 7.954.459.598,- (Tujuh milyar sembilan ratus lima puluh empat juta empat ratus lima puluh sembilan ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah) subsidair pidana penjara 4 tahun 3 bulan serta denda Rp. 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Disebutkan dalam Putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Majelis Hakim, Terdakwa G divonis 3 tahun penjara dan denda Rp. 50 juta subsidair 1 bulan kurungan. G dianggap terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana korupsi melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kuasa Hukum Terdakwa G dari Kantor Hukum Matondang & Sikumbang menyatakan apresiasi dan hormatnya terhadap putusan Majelis Hakim tersebut. Hal itu disampaikan Sarwo Saddam Matondang didampingi Noor Aufa dan Alkhovis Syukri kepada awak media beberapa saat seusai sidang putusan digelar.
“Alhamdulillah, kita sangat menghormati dan apreasi putusan Majelis Hakim. Kita merasa keadilan Tuhan telah hadir dalam perkara ini”. Ucap Alkhovis Syukri senyum.
Disaat yang sama, disamping mengapresiasi putusan, Noor Aufa mengatakan Ia dan rekannya akan mendiskusikan lebih lanjut terkait sebagian dari pada isi putusan tersebut.
“Terkait vonis G, akan kita diskusikan kembali nanti dengan Matondang dan Khovis”. ujar Aufa.
Sambungnya, secara kewenangan dalam menentukan kerugian keuangan negara berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan yang memiliki kewenangan adalah BPK RI sehingga apabila diambil audit diluar dari BPK RI maka sama saja dengan melanggar kewenangan yang sah.
“Memang LHA (Laporan Hasil Audit) BPK RI yang digunakan dalam persidangan. LHA BPKP ya cacat wewenang”. ujar Aufa lagi.
Selanjutnya, Sarwo Saddam Matondang menambahkan bahwa dugaan korupsi yang menyebut Kliennya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 8,4 milyar tidak terbukti.
“Alhamdulillah Klien kita (G dan J. Sos) tidak terbukti merugikan negara sebesar itu. Berhasil kita patahkan hasil audit BPKP yang aneh itu”. Ucapnya senyum.
Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi tersebut terjadi pada waktu bulan April hingga Desember 2016. Dimana saat itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Riau menganggarkan proyek penyediaan dan pengelolaan sarana prasarana sosial dan ekonomi kawasan transmigrasi di Desa Tanjung Melayu Kecamatan Kuala Indragiri, Indragiri Hilir Riau. Sumber dana kegiatan itu berasal dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016, yang digunakan untuk membangun 21 item pekerjaan yang salah satunya adalah pembangunan pemukiman penduduk sebanyak 146 unit. Adapun nilai kontrak kegiatan tersebut sebesar Rp16.229.895.000 dengan jangka waktu penyelesaian selama 120 hari kelender berakhir pada 25 Desember 2016.
Penulis. : Muridi Susandi
Editor. : Prabu Suryadhana