SERIBUPARITNEWS.COM,Tim ilmuwan berasal dari berbagai negara sedang mengembangkan satelit kecil seukuran kotak sepatu yang ditujukan untuk mempelajari ancaman-ancaman pada Bumi, seperti perubahan iklim hingga radiasi kosmik.
Ilmuwan-ilmuwan dari berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS), China, Rusia, Brasil, dan lainnya bekerja sama mengembangkan satelit kecil itu.
“Saya senang bahwa kita tidak hanya bisa melakukan sains dasar tetapi juga mengatasi masalah yang memiliki konsekuensi nyata bagi manusia. Penggunaan ganda penelitian dasar dan penelitian terapan ini adalah inti dari konstelasi satelit,” ujar Daniel Baker dari Universitas Colorado, dilansir South China Morning Post, Minggu (25/9).
Baker, pemimpin pengembangan satelit, yakin jika satelit yang sedang dikerjakan akan mengorbit pada 2025.
Untuk memperluas data dan gambaran yang besar, satelit-satelit kecil akan dikelompokkan di orbit. Pengelompokan ini diyakini mampu menangkap data lebih bagus dibanding pengamatan satu satelit yang sering digunakan.
“Pendekatan sebelumnya menyebabkan ketidakpastian dan ambiguitas tentang apakah hal-hal yang kita ukur pada satu titik tertentu mewakili karakteristik keseluruhan sistem,” ujar Baker.
Satelit-satelit itu dapat dikelompokkan di orbit Bumi karena berukuran kecil, ringan dan berbiaya rendah.
Baker juga menjelaskan jika satelit kecil itu memungkinkan negara-negara lain seperti di Amerika Selatan dan Afrika untuk ambil bagian dalam misi ruang angkasa.
Bukan hanya itu, proyek satelit kecil yang dimulai Komite Riset Ruang Angkasa (Cospar) juga terbuka untuk seluruh negara. Negara-negara yang kurang bersahabat pun dapat bekerja sama dalam proyek Cospar.
“Cospar menyediakan platform netral bagi negara-negara untuk bekerja sama dalam situasi geopolitik yang sulit,” kata Wu Ji, ilmuwan antariksa senior berbasis di Beijing dan anggota Cospar untuk proyek satelit kecil.
Wu menjelaskan jika belasan satelit kecil akan diterbangkan ke orbit untuk mengukur partikel medan magnet dan bagaimana medan magnet bervariasi dengan ruang dan waktu.
Kemudian kelompok satelit lainnya akan ditempatkan pada atmosfer tengah untuk mendeteksi elemen sistem atmosfer Bumi, seperti perubahan ozon.
Kelompok satelit selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis ionosfer, lapisan yang dapat dipengaruhi ledakan energi kuat sehingga mampu melumpuhkan GPS hingga jaringan listrik.
Negara-negara lain, seperti Inggris, Mesir, Republik Ceko, Singapura dan lain-lain turut menunjukkan minat mereka.
Amal Chandran, wakil ketua Cospar mengungkap jika Singapura mampu bertindak sebagai jembatan antar negara Barat dan Timur.
“Sebagai negara netral yang memiliki hubungan baik dengan negara-negara Barat dan Timur, Singapura berada dalam posisi untuk memfasilitasi kolaborasi dan pengembangan bersama pesawat ruang angkasa, integrasi kendaraan peluncuran pesawat ruang angkasa, dan sebagainya,” kata Chandran.
Meski satelit kecil itu dapat menyumbang kemajuan bagi teknologi ruang angkasa, namun masalah politik antara AS dan China, dapat menghambat kerja sama itu.
“Kami berharap untuk membuat argumen bahwa peluncuran satelit ini adalah kegiatan ilmiah yang bermanfaat bagi komunitas sains dunia, dan tidak ada alasan untuk memperlakukan mereka sebagai teknologi sensitif,” ujar Baker.
Namun harapan atas proyek Cospar masih berdatangan.
“Cospar sekali lagi akan membantu dengan mengarahkan kembali peluang ilmu antariksa internasional dalam konteks perang,” ujar mantan direktur Badan Antariksa Eropa (ESA), Roger Bennet.
“Bagaimanapun, sains lebih baik daripada perang,” lanjut dia.
Sumber : Merdeka.com