Source picture : Solopos.com |
SERIBUPARITNEWS.COM,Silaturahmi merupakan salah satu agenda utama di momen Hari Raya Idulfitri atau Lebaran, lalu bagaimanakah hukumnya? Simak ulasannya di tips Lebaran.
Selain agenda utama, silaturahmi secara syariat juga merupakan amalan utama karena mampu menyambungkan apa-apa yang tadinya putus dalam relasi hablum minannas. Belum lagi keutamaan dari amalan ini yang di antaranya dapat memperpanjang umur serta melapangkan rezeki.
Sebelum mengetahui hukum silaturahmi, Muhammad Quraish Shihab dalam buku karyanya Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat mengungkapkan Sabda Nabi Muhammad SAW bersabda: Laysa al-muwwashil bil mukafi’ wa lakin al-muwwashil ‘an tashil man qatha’ak. (Hadits Riwayat Bukhari).
Artinya: “Bukanlah bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang putus.” (HR Bukhari)
Dari Sabda Nabi Muhammad tersebut, jelas termaktub bahwa silaturahim menyambung apa yang telah putus dalam hubungan hablum minannas. Manusia tidak terlepas dari dosa maupun kesalahan sehingga menyebabkan putusnya hubungan.
Di titik inilah silaturahmi mempunyai peran penting dalam menyambung kembali apa-apa yang telah putus tersebut. Lebaran merupakan momen yang paling tepat jika di hari-hari lain belum mampu menyambung apa yang telah putus. Energi kembali ke fitrah turut mendorong manusia untuk berlomba-lomba mengembalikan jiwanya pada kesucian.
Meskipun disadari, silaturahmi sesungguhnya tidak terbatas dilakukan ketika Idulfitri tiba. Manusia tidak mungkin harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk menyambung apa yang telah putus. Hal ini didasarkan bahwa batas umur manusia tidak ada yang tahu. Tentu manusia akan merugi ketika nyawa tidak lagi dikandung badan namun masih menyimpan salah dan dosa kepada orang lain. Namun, esensi kembali pada kesucian pada momen Lebaran.
Mengutip laman NU Online pada Senin (2/5/2022), begitu banyak perintah dalam Al-Quran dan hadits yang menerangkan pentingnya silaturahmi dalam Islam. Untuk itu penting bagi kaum muslimin menjaga silaturahmi sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Di antara dalil yang menunjukkan anjuran untuk menjaga tali silaturahmi adalah berikut:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.”(H.R. Bukhari & Muslim).
Silaturahmi tak hanya menjaga hubungan yang berlangsung saja, tetapi juga pada hubungan yang sedang renggang. Meskipun ada kerabat yang berbuat buruk, Rasulullah tetap memerintahkan untuk menjaga hubungan silaturahmi. Hal tersebut terdapat dalam hadits berikut:
“Silaturahmi bukanlah yang saling membalas kebaikan. Tetapi seorang yang berusaha menjalin hubungan baik meski lingkungan terdekat (kerabat) merusak hubungan persaudaraan dengan dirinya.” (H.R Bukhari).
Selain hadits tersebut Allah juga menerangkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 83. Ayat tersebut menunjukkan perintah untuk berbuat baik kepada kerabat.
Kata “kerabat” dalam ayat tersebut bahkan diucapkan lebih dulu daripada “anak yatim” padahal memuliakan anak yatim adalah sebuah amalan yang diganjar dengan pahala yang besar. Ini menunjukkan bahwa menjaga hubungan silaturahmi adalah sebuah amalan yang besar.
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Q.S Al-Baqarah : 83).
Dengan mengetahui hukum memutus tali silaturahmi akan membuat diri menjadi keseganan untuk melanggarnya. Berikut merupakan beberapa dalil tentang ancaman memutus tali silaturahmi seperti dikutip dari dompetdhuafa.org pada Senin (2/5/2022):
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (H.R Abu Daud & Tirmidzi).
“Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi,” (H.R Bukhari & Muslim).
Dalil-dalil di atas menunjukkan haramnya memutuskan silaturahmi dalam Islam. Sebuah perbuatan bisa dikatakan sebuah dosa besar apabila terdapat ancaman di dalamnya. Orang yang sengaja memutuskan silaturahmi tanpa adanya uzur syari akan diancam tidak masuk surga.
Perbuatan yang tergolong memutus silaturahmi dalam Islam yaitu ketika sama sekali tidak mau kenal, berhubungan atau berurusan dengan kerabat. Seseorang yang tidak menjalin silaturahmi karena belum memiliki waktu luang, keterbatasan biaya, halangan cuaca, dan semacamnya maka tidak termasuk dalam golongan orang yang memutus tali silaturahmi
Source : Solopos.com