Wakil Menteri ATR/Waka BPN Bersama Masyarakat Bali Tanam Pisang Cavendish di Tanah Ulayat

Wakil Menteri ATR/Waka BPN Bersama Masyarakat Bali Tanam Pisang Cavendish di Tanah Ulayat

Bali— Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, melakukan penanaman pisang cavendish bersama masyarakat Desa Asahduren, Kabupaten Jembrana, Bali jumat (28/02) 

 Kegiatan ini menandai dimulainya pemanfaatan tanah ulayat melalui program Penataan Akses Pertama di Indonesia, sekaligus simbol komitmen pemerintah dalam pengelolaan aset adat yang berkelanjutan.  

Penanaman pisang cavendish ini bukan sekadar aksi seremonial, melainkan bagian dari implementasi sertifikasi tanah ulayat pertama di Indonesia yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat. Program ini memungkinkan Desa Asahduren mengoptimalkan 50 hektar tanah ulayat untuk budidaya pisang komersial, yang sebelumnya terbengkalai akibat status kepemilikan yang ambigu. Ossy menegaskan, langkah ini menjadi model resolusi konflik agraria berbasis kearifan lokal.  

Melalui sertifikat tanah ulayat, masyarakat kini memiliki hak mengelola dan memanfaatkan lahan secara legal untuk kegiatan produktif. “Ini momentum bersejarah. Tanah ulayat tidak lagi sekadar simbol, tapi jadi sumber kesejahteraan,” ujar Ossy. Kolaborasi dengan pihak swasta dalam pembudidayaan pisang cavendish diproyeksikan meningkatkan pendapatan desa hingga Rp2 miliar per tahun, sekaligus membuka lapangan kerja bagi 150 warga.  

Dalam sambutannya, Ossy menyebut masih ada 4,3 juta hektar tanah ulayat di Indonesia yang belum terdokumentasi. “Kami akan replikasi model Asahduren di daerah lain, dengan penyesuaian karakteristik lokal,” tegasnya. Kementerian ATR/BPN telah menyiapkan skema pendampingan hukum dan teknis untuk 50 desa adat pada 2025, didukung anggaran Rp120 miliar.  
 

Kepala Desa Asahduren, I Wayan Sudarta, mengungkapkan antusiasme warga. “Selama puluhan tahun, tanah ini jadi sumber sengketa. Kini, kami bisa berinovasi tanpa khawatir,” katanya. Hasil panen pisang rencananya akan dipasok ke pasar supermarket dan diekspor ke Tiongkok, mengikuti kesepakatan dengan mitra bisnis PT AgriBali Mandiri.  

Program ini melibatkan Kementerian Pertanian, Koperasi, dan UMKM dalam pelatihan teknik pertanian modern serta pengolahan pascapanen. Masyarakat juga dibekali pelatihan kewirausahaan untuk mengembangkan produk turunan seperti keripik pisang dan puree. “Ini bukan sekadar menanam, tapi membangun ekosistem ekonomi berkelanjutan,” jelas Direktur PT AgriBali Mandiri, Agus Salim.  
Meski diakui sebagai terobosan, Ossy mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan dan distribusi keuntungan yang adil. Desa Asahduren telah membentuk Lembaga Pengelola Tanah Ulayat (LPTU) yang terdiri dari perwakilan adat, pemuda, dan perempuan untuk memastikan transparansi. “Kami ingin ini jadi contoh demokrasi ekonomi berbasis budaya,” tambah Sudarta.  


Keberhasilan Asahduren diharapkan mendorong percepatan sertifikasi tanah ulayat nasional, selaras dengan agenda Reforma Agraria pemerintah. “Ini bukti bahwa hukum adat dan modernitas bisa bersinergi untuk kedaulatan pangan dan keadilan sosial,” pungkas Ossy. Kedepan, program serupa akan diintegrasikan dengan peta jalan SDGs Desa untuk memperkuat ketahanan ekologi dan ekonomi komunitas adat.  

 

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index