Pekanbaru - Di tengah musim kemarau dan amukan raksasa merah, sebuah kisah heroik dan mencekam datang dari Rokan Hilir, Riau. Di sana, di hamparan lahan yang terbakar tanpa henti, seorang prajurit TNI, Sertu Fren Martos Solissa, Babinsa Teluk Nilap Koramil 04/Kubu, mempertaruhkan nyawanya. Lebih dari sekadar pekerjaan, ini adalah perjuangan pribadi melawan api yang hampir melahapnya hidup-hidup.
Selama lima hari terakhir, dari pagi hingga larut malam, hutan dan kebun yang terbakar menjadi "kantor" Fren. Bersama Kopda Frenki, Babinsa Rantau Panjang Kiri, dan sejumlah masyarakat yang prihatin dengan kebakaran, Fren adalah salah satu orang pertama yang tiba di lokasi.
Api yang awalnya kecil, tiba-tiba berubah menjadi kobaran api yang dengan cepat menjalar dan melahap ratusan hektar kebun buah di Dusun Mekar Jaya, Rantau Panjang Kiri.
Dengan mata perih dan napas pendek di balik kepulan asap tebal, Fren dan rekan-rekannya bertekad menerobos bara api. Namun, Jumat (18/7) sekitar pukul 14.30 WIB, menjadi hari yang tak terlupakan. Di tengah terik matahari dan angin kencang, ketika mereka berusaha memadamkannya, api justru berbalik.
"Kami dikepung api bersama TNI juga. Jadi apinya cepat sekali berkobar, kami di dalam tidak menyangka api akan merambat," kenang Fren dengan suara masih tercekat saat memberikan kesaksiannya, Senin (21/7).
Dalam rekaman video yang beredar, momen mengerikan itu terlihat jelas. Mengenakan seragam bergaris kebanggaannya, Fren berlari dengan menunggang kuda, keluar dari kepulan asap putih tebal di tengah api yang menjilat sisi kanan dan kirinya.
Selokan dan jalan diperkirakan 7-8 meter. Kalau kita tidak segera menyelamatkan diri, kita dan motor juga akan terbakar di sana," ujarnya.
Jarak 7-8 meter yang biasanya menjadi perpisahan yang damai, lenyap dalam sekejap diterpa angin kencang yang membawa bara api melompati parit gajah dan jalan.
Malam tiba, tetapi api tak kunjung padam. Malah, api terus menjalar, merambat tak terkendali di rerumputan dan dedaunan yang layu akibat kemarau panjang.
Bahkan pohon-pohon palem yang menjulang tinggi pun tak luput dari kobaran api, bagai obor-obor raksasa yang menerangi kegelapan malam.
"Sampai hari ini belum padam, kalaupun ada tambahan dari Brimob, tim sudah ada. Pertama kali kami terima, luasnya sudah 40 hektar," tambah Fren.
Di balik perjuangan tanpa akhir ini, ada objek vital yang harus dijaga mati-matian: pipa minyak raksasa milik PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR). Ancaman serius terpampang jelas di depan mata.
"Kami memadamkannya siang dan malam, karena dekat dengan jaringan pipa minyak PHR," jelas Fren.
Urgensi inilah yang memacu semangat setiap prajurit dan relawan untuk tidak kenal lelah, dibantu dengan logistik dan dukungan penuh dari para pemuka adat setempat yang turut menyuplai kebutuhannya.
Pengalaman pahit menyaksikan kehancuran dan berhadapan langsung dengan bahaya mematikan ini membentuk pesan yang kuat dalam diri Fren.
Ia mengimbau masyarakat untuk menghentikan pembukaan lahan dengan membakar. Baginya, praktik ini adalah akar dari segala bencana.
"Imbauan kami kepada masyarakat, jangan membersihkan lahan dengan cara membakar," tegasnya.
Tak hanya itu, Fren juga menyoroti kebiasaan-kebiasaan sepele yang bisa berakibat fatal di musim kemarau ini. "Jangan merokok di tempat kerja, jangan buang puntung rokok," pintanya.
Di tengah kondisi lahan kering dan rumput yang mudah terbakar, bara api terkecil sekalipun dapat memicu kebakaran hutan dan lahan yang besar.
"Jika kondisi lahan benar-benar kering, rumput akan mati karena sudah lama kering. Namun, jika terbakar, rumput akan menjadi sumber bahan baku," pungkasnya.
Kisah Sertu Fren Martos Solissa merupakan potret nyata perjuangan tak kenal lelah para pejuang di garis depan Karhutla, pengingat nyata dampak mengerikan kelalaian manusia, dan panggilan untuk menjaga keberlanjutan hutan kita.