Presiden Prabowo Subianto menerima laporan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti terkait perkembangan penanganan dampak bencana banjir terhadap sektor pendidikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025). Laporan tersebut mencakup kondisi sekolah terdampak banjir di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, serta langkah-langkah penanganan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah.
“Untuk PAUD yang terdampak 767, SD 1.343, SMP 621, SMA 268, SMK 136, PKBM, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ada 23, Sekolah Luar Biasa 30, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan 86. Total yang terdampak 3.274. Kami belum mampu memetakan tingkat kerusakannya karena masih dalam progres dan masih dalam pendataan Bapak Presiden,” ujar Abdul Mu’ti.
Selain itu, Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa sebanyak 6.431 ruang kelas mengalami kerusakan, serta 3.489 unit sarana prasarana lainnya seperti laboratorium, perpustakaan, UKS, tempat ibadah, dan perangkat IFP (interactive flat panel) yang sebelumnya telah dikirim namun terdampak banjir. Selain itu, Abdul Mu’ti juga menyampaikan terdapat toilet yang mengalami kerusakan mencapai 3.420 unit.
Dalam upaya penanganan awal, pemerintah telah menyalurkan berbagai bantuan dalam bentuk barang.
“Yang sudah kami lakukan untuk beberapa hal terkait dengan yang terdampak itu. Pertama, bantuan dalam bentuk barang 148 unit tenda ruang kelas darurat, 15.000 school kit, 7.500 bingkisan anak, 2.000 sepatu, 700 family kit, dan 65.000 eksemplar buku, teks, dan nonteks,” imbuh Abdul Mu’ti.
“Kemudian untuk bantuan dalam bentuk uang 21,1 miliar rupiah dari anggaran existing yang kami miliki sekarang ini, Rp18,53 miliar dari anggaran revisi. Kemudian, tunjangan khusus guru di daerah bencana Rp35 miliar untuk anggaran dari revisi," ungkap Abdul Mu'ti.
"Yang kami sampaikan sebanyak 16.500 guru yang menerima bantuan, kemudian masing-masing menerima bantuan Rp2.000.000 per guru dan anggaran masih dalam proses revisi tahun 2025,” lanjut Abdul Mu’ti.
Terkait kebijakan kurikulum, Abdul Mu’ti menyampaikan skenario penyesuaian kurikulum untuk penanggulangan dampak bencana. Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pada fase tanggap darurat 0 sampai 3 bulan, kurikulum disederhanakan menjadi kompetensi esensial yang mencakup literasi dan numerasi dasar, kesehatan dan keselamatan diri, dukungan psikososial, serta edukasi mitigasi bencana.
“Untuk pemulihan dini 3-12 bulan, kurikulum adaptif berbasis krisis. Kemudian yang kedua, program pemulihan pembelajaran. Tiga, pembelajaran fleksibel dan diferensiasi. Empat, sistem asesmen transisi, asesmen berbasis portofolio, atau untuk kerja sederhana. Kemudian, pemulihan lanjutan 1-3 tahun, integrasi permanen pendidikan kebencanaan, penguatan kualitas pembelajaran, pembelajaran inklusif berbasis ketahanan, dan sistem monitoring evaluasi pendidikan darurat,” ungkap Abdul Mu’ti.