PEKANBARU, SERIBUPARITNEWS.COM -- Pucuk Pimpinan Adat Datuk Senjayo Kenegerian Mentulik, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, menyebut ada hak mereka atas hasil hutan eucalyptus atau akasia di lahan Kelompok Tani Rantau Kasih seluas 1.400 hektar. Tanaman itu sudah dipanen dan hasilnya mereka tidak dapat sama sekali.
Kepada wartawan, dalam konfrensi pers di Aren Kopi, Jalan Arifin Ahmad, Rabu 18 Juni 2025 sore, Datuk Jufriadi yang di dampingi Datuk-Datuk lainnya menyampaikan bahwa mereka baru menghadap Gubernur Riau Abdul Wahid membicarakan hal ini.
"Tadi kami sudah bertemu Pak Gubernur. Kami menyampaikan bahwa hasil hutan akasia seluas 1.400 hektar yang baru dipanen PT WPR di Rantau Kasih itu ada hak kami masyarakat adat Mentulik. Karena, wilayah itu masuk wilayah ulayat Mentulik yang secara administrasi sejak tahun 2015 terpisah dari kenegerian Mentulik. Tapi secara ulayat adat itu wilayah kami," ungkap Datuk Jufriadi.
Dijelaskan Datuk Jufriadi, Kenegerian Mentulik berada di Tujuh Koto Diulak, terdiri dari Kehidupan, Sungai Pagar, Sungai Bunga, Rantau Kasih, Simalinyang, Mentulik, dan Gading Permai. Keinginan masyarakat ada, hasil panen akasia di wilayah adat itu dapat juga dinikmati oleh masyarakat adat.
Menanggapi hal itu, Gubernur Riau Abdul Wahid, menurut Datuk Jufrizal menyarankan agar diselesaikan dengan cara adat.
"Gubernur menyerahkan penyelesaiannya secara adat. Nanti ini akan kami bawa kembali ke Mentulik dan mencari jalan keluarnya dengan cara bermusyawarah dengan masyarakat," ungkapnya.
Sebelumnya, diketahui bahwa hutan akasia yang ditanami di wilayah Rantau Kasih itu luasnya 1.400 hektar dan awal tahun ini adalah panen ketiga. Periodesasi panen akasia lima tahun sekali. Pada panen ketiga ini muncul konflik kepemilikan lahan antar desa-desa setempat. Mulai dari Rantau Kasih, Pincuran Gading, Gunung Sahilan dan terakhir Mentulik ini. Akasia itu ditanami anak perusahaan PT RAPP, PT Nusa Wana Raya (NWR) dan saat mereka panen mereka memberikan kompensasi kepada Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) . LPHD harusnya membagi kompensasi itu kepada masyarakat adat, tapi sampai sekarang masyarakat yang berhak belum menerimanya. Entah dimana tersangkutnya bagian masyarakat itu. Disinyalir uangnya mencapai puluhan miliar.
"Kami berharap, panen tahun ini, kami diikutsertakan begitu juga dengan tahun-tahun setelah ini. Karena bagaimanapun itu tanah ulayat adat Mentulik," ungkap Datuk Jufriadi.
Diakhir pertemuan, Datuk Jufriadi menyebutkan bahwa mereka bersedia berkerjsama dengan pihak LPHD dan anak perusahaan PT SPR yakni PT Strada yang mengklaim memiliki hak atas kompensasi hasil panen akasia tersebut sebagai bagian dari pemerintah daerah Riau.
Editor: Munazlen Nazir