Melindungi Hak Warga, Pemprov Riau Tegaskan Tidak Ada Relokasi TNTN ke Pulau Burung

Melindungi Hak Warga, Pemprov Riau Tegaskan Tidak Ada Relokasi TNTN ke Pulau Burung
Gubernur Riau, Abdul Wahid saat menemui sejumlah warga di kawasan Taman Nasiona Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau, beberapa waktu lalu.

PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau menegaskan tidak ada rencana relokasi warga dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) ke Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Embiyarman, menyusul beredarnya isu yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Dikatakan, informasi yang menyebutkan adanya rencana relokasi massal warga tersebut tidak benar. Ia menilai isu itu sengaja digulirkan pihak-pihak tertentu yang ingin memprovokasi situasi dan menimbulkan ketegangan antara masyarakat dengan pemerintah. Dijelaskan, sejak awal pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan relokasi ke Pulau Burung. Justru sebaliknya, pemerintah tengah menyiapkan skema penataan yang adil agar masyarakat tetap bisa hidup aman dan nyaman.

Plt Kadis LHK Riau Embiyarman menambahkan, pemerintah tengah menyiapkan lahan pengganti bagi masyarakat yang terdampak program pemulihan ekosistem Taman Nasional Tesso Nillo. Lahan pengganti tersebut disesuaikan dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 110 B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Penggantian lahan ini bertujuan agar ada solusi untuk warga menengah kebawah, yang kehilangan sumber mata pencaharian  akibat adanya program ini.

Lokasi lahan pengganti tidak akan jauh dari Kawasan Konservasi TNTN. Pemerintah memilih lokasi yang berdekatan agar warga tidak harus berpindah jauh dari lingkungan sosial mereka. Pemindahan kurang lebih 7000 Kepala Keluarga akan dilaksanakan secara bertahap, pelaksanaannya dimulai awal bulan November 2025.

“Nah, penggantinya itu tadi, tidak ada pembahasan kami ke Pulau Burung melainkan juga di radius dekat Kawasan Konservasi TNTN. Tujuannya tentu agar tidak merepotkan masyarakat,” ungkapnya di Pekanbaru, Kamis (9/10/2025).

Diterangkan, skema usaha di lahan pengganti akan mengacu pada Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial. Dalam skema tersebut, masyarakat dapat mengelola lahan secara legal dalam bentuk perhutanan sosial. Dengan begitu, masyarakat yang selama ini tidak memiliki kepastian hukum terhadap lahan garapannya di Kawasan Konservasi TNTN, nanti akan mendapatkan legalitas usaha yang sah.

"Legalitas ini menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha tani dan memperoleh dukungan pemerintah sampai keanak cucu," lanjutnya.

Dituturkan, kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya besar pemerintah untuk melakukan pemulihan ekosistem Kawasan konservasi TNTN secara menyeluruh tanpa menimbulkan konflik sosial. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan lingkungan dan kesejahteraan warga.

“Jadi itulah tujuan pemerintah melakukan program ini semua. Kalau ada yang punya 1.000 hektare, tandanya bukan golongan menengah ke bawah. Karena masyarakat yang benar-benar bergantung hidup dari lahan tentu mereka yang mempunyai di bawah 5 hektare,” tuturnya.

Pemulihan ekosistem TNTN juga menjadi bagian dari agenda besar yang telah dibahas dalam rapat di Kejaksaan Agung pada 12 September 2025. Rapat tersebut menegaskan perlunya langkah konkret dalam menyelamatkan TNTN dari kerusakan ekologis yang semakin parah.

Dalam rapat itu, Gubernur Riau Abdul Wahid mendapat mandat sebagai ketua pelaksana pemulihan ekosistem TNTN untuk memastikan pelaksanaan percepatan pemulihan TNTN berjalan efektif. Sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, Gubernur memiliki peran penting dalam pelaksanaan kebijakan nasional di tingkat provinsi.

Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal itu disebutkan, gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat dalam menjalankan urusan pemerintahan umum di wilayahnya.

"Peran inilah menjadi dasar bagi Bapak Gubernur Abdul Wahid dalam menindaklanjuti kebijakan terkait pemulihan ekosistem TNTN. Setiap langkah yang diambil pemerintah daerah tetap mengacu pada kebijakan nasional dan arahan kementerian. Jadi, tidak ada keputusan sepihak,” tegas Plt Kadis LHK Riau, Embiyarman.

Kebijakan pemulihan TNTN juga selaras dengan visi-misi Gubernur Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto, yakni mewujudkan Riau Berdeleau. Riau yang Berbudaya Melayu, Dinamis, Ekologis, Agamis, dan Maju.

Visi tersebut menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pemerintah berkomitmen untuk membangun manusia yang sehat dan berkualitas melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan.

"Semuanya sejalan, kami berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya secara optimal tanpa merusak ekosistem. Prinsip ini diterapkan dalam setiap program pembangunan, termasuk di sektor kehutanan," ujarnya.

Embiyarman mengakui, proses ini tidak mudah. Diperlukan waktu, pendekatan humanis, dan komunikasi yang intensif antara pemerintah dengan masyarakat. Riak-riak itu biasa, namun, ia yakin bahwa dengan komitmen yang kuat secara bersama semuanya bisa terwujud.

“Pemerintah tidak ingin memutuskan secara sepihak. Kami ingin bicara dari hati ke hati. Karena yang kita jaga bukan hanya kawasan hutan, tapi kehidupan,” harapnya.

Sementara itu, pemulihan ekosistem Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan amanat konstitusi dan wujud nyata pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa kawasan konservasi memiliki peran penting dalam menjaga sistem penyangga kehidupan, memelihara proses ekologis, serta meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia.

Dalam konteks ini, TNTN menjadi simbol keterkaitan antara manusia dan alam. Kawasan ini tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi manusia melalui keseimbangan ekosistem, penyediaan air bersih, udara segar, serta ruang rekreasi dan edukasi lingkungan. 

Kawasan konservasi juga berfungsi melestarikan budaya dan pengetahuan lokal masyarakat yang telah hidup berdampingan dengan alam selama bertahun-tahun. 

Dari sisi ekonomi, kawasan TNTN membuka peluang besar bagi masyarakat lokal. Melalui pengembangan ekowisata, hasil hutan bukan kayu, serta kegiatan perhutanan sosial, masyarakat memperoleh manfaat ekonomi tanpa merusak ekosistem.

Aktivitas konservasi bahkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, menambah pendapatan daerah dan negara melalui PNBP, serta mengurangi biaya mitigasi bencana dengan menjaga ekosistem alami seperti hutan rawa dan lahan basah.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 memberikan ruang bagi taman nasional untuk dimanfaatkan dalam kegiatan penelitian, pendidikan, penyimpanan karbon, wisata alam, hingga pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Hal ini membuktikan bahwa penataan hutan merupakan pemanfaatan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial.

Pemulihan kawasan TNTN memiliki keutamaan yang sangat besar. Dari sisi ekologis, rehabilitasi kawasan membantu menjaga keanekaragaman hayati, memperbaiki fungsi hidrologis, dan berkontribusi terhadap penyerapan karbon yang mendukung target Net Zero Emission Indonesia tahun 2060. Kawasan yang pulih juga lebih tahan terhadap kebakaran hutan, sehingga mampu mengurangi risiko kabut asap yang kerap melanda wilayah Riau.

Dari aspek konservasi satwa, pemulihan ekosistem TNTN menjadi kunci bagi kelangsungan hidup gajah sumatra dan satwa langka lainnya. Hutan yang utuh dan terhubung akan mengurangi konflik antara manusia dan satwa serta menjamin keberlangsungan populasi secara alami.

Sedangkan dari sisi sosial dan ekonomi, pemulihan TNTN memberi dampak langsung pada masyarakat di sekitarnya. Keterlibatan warga dalam penanaman pohon, patroli hutan, dan pengelolaan wisata alam menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan sekaligus memperkuat kesadaran lingkungan. Dengan pola pengelolaan bersama (kolaboratif), potensi konflik lahan dapat ditekan dan keadilan sosial lebih terjamin.

Keutamaan strategis TNTN juga tidak kalah penting. Sebagai bagian dari koridor ekosistem Sumatra, kawasan ini menjadi penghubung vital bagi kelestarian satwa liar dan keberlanjutan genetik antar populasi. Lebih dari itu, keberhasilan pemulihan TNTN akan menjadi model nasional bagi restorasi hutan tropis dataran rendah yang kini kian langka.

Dengan demikian, kebijakan pemulihan dan penataan TNTN sejatinya merupakan langkah komprehensif yang berpihak pada dua hal, pelestarian alam dan perlindungan hak masyarakat. Pemerintah berupaya memastikan bahwa konservasi tidak lagi menjadi momok, tetapi menjadi sumber kesejahteraan bersama.

Melalui implementasi hukum, dukungan masyarakat, dan pendekatan ilmiah, TNTN diharapkan menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan menjaga hutan tanpa meminggirkan manusia, serta menyejahterakan warga tanpa mengorbankan alam.

"Pada akhirnya, pemulihan ekosistem Tesso Nilo bukan hanya tentang menyelamatkan hutan, tetapi tentang menjaga kehidupan itu sendiri bagi manusia, bagi satwa, dan bagi masa depan bumi yang lebih lestari," pungkas Plt Kepala DLHK Riau, Embiyarman.

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index