Perbandingan Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Adat tentang Kejahatan Pornografi

Perbandingan Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Adat  tentang Kejahatan Pornografi

Oleh Markoni Efendi SH


Perkembangan teknologi informasi membawa pengaruh besar terhadap pola kehidupan masyarakat, termasuk dalam aspek moral dan budaya. Salah satu dampak negatifnya adalah meningkatnya penyebaran dan konsumsi pornografi, baik secara langsung maupun melalui media digital. Dalam konteks hukum, pornografi dipandang sebagai bentuk kejahatan terhadap kesusilaan. Setiap sistem hukum memiliki pendekatan berbeda dalam memandang dan menanggapi kejahatan ini.

Tulisan ini bertujuan memberikan opini serta membandingkan bagaimana hukum pidana Islam dan hukum pidana adat menyikapi kejahatan pornografi secara rinci, baik dari aspek sanksi, asas hukum, maupun nilai sosial budaya yang mendasarinya.

Pengertian Pornografi dalam Perspektif Hukum
Secara umum, pornografi merujuk pada setiap bentuk materi visual, audio, atau teks yang mengandung unsur eksplisit seksual yang tidak pantas menurut norma masyarakat. Dalam hukum nasional Indonesia, pornografi diatur dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Hukum Pidana Islam terhadap Kejahatan Pornografi

a. Dasar Hukum dan Pandangan Islam

Hukum pidana Islam tidak secara eksplisit menggunakan istilah "pornografi", namun larangan terhadap perilaku, ucapan, dan visual yang bersifat asusila terdapat dalam berbagai sumber:

Al-Qur’an, seperti:
Surah An-Nur ayat 30–31 (perintah menjaga pandangan dan aurat)
Surah Al-A’raf ayat 33 (larangan terhadap perbuatan keji/fahisyah)
Hadis Nabi, seperti larangan menampakkan aurat dan menyebarkan perbuatan zina secara terbuka.

b. Kategorisasi Hukum

Pornografi dalam hukum Islam dikaitkan dengan beberapa bentuk pidana:

Hudud: Jika berkaitan dengan zina atau pelecehan seksual secara langsung.
Ta'zir: Jika tidak masuk hudud, maka pelakunya dikenai hukuman ta'zir (diskresi hakim).

c. Sanksi

Sanksi dalam Islam sangat tergantung pada jenis dan tingkat keparahan pelanggaran:

Dapat berupa cambuk, kurungan, hingga pengasingan sosial.

Hakim memiliki wewenang menjatuhkan hukuman ta’zir, seperti:

Penjara
Denda
Peringatan atau nasihat keras
Hukuman sosial (seperti larangan tampil di masyarakat)

d. Tujuan

Tujuan utama hukum Islam dalam menangani pornografi adalah:

Menjaga kehormatan dan moralitas masyarakat (maqashid al-shariah)
Melindungi keturunan (nasab) dari pergaulan bebas
Menyucikan jiwa umat dari perilaku menyimpang

Hukum Pidana Adat terhadap Kejahatan Pornografi

a. Karakteristik Hukum Adat
Hukum pidana adat di Indonesia sangat bergantung pada:

Nilai budaya local
Struktur masyarakat adat
Tingkat religiositas komunitas

Karena itu, definisi dan sanksi terhadap pornografi bisa berbeda-beda antar daerah (misalnya antara Bali, Aceh, Papua, atau Minangkabau).

b. Pandangan Umum

Dalam banyak masyarakat adat, pornografi dianggap sebagai:

Pelanggaran terhadap norma kesopanan dan kehormatan keluarga
Perusakan moral dan citra komunitas
Perbuatan tercela yang mencemarkan adat istiadat

Sanksi Adat

Sanksi dalam hukum adat cenderung bersifat sosial dan moral. Beberapa contoh:

Denda adat berupa uang atau barang (kerbau, emas, kain adat)
Pengucilan sosial atau sanksi malu
Pemulihan martabat keluarga korban atau komunitas melalui upacara adat
Kerja sosial atau pembersihan tempat sakral

Sanksi ini lebih bersifat preventif dan represif secara sosial, dengan menekankan harmoni dan pemulihan, bukan hanya pembalasan.

Opini dan Analisis

Menurut saya, baik hukum pidana Islam maupun hukum pidana adat memiliki kesamaan dalam nilai dasar, yaitu menjaga moral masyarakat dari kerusakan akibat pornografi. Namun, pendekatan keduanya berbeda.

Hukum Islam lebih terstruktur dan tegas dengan basis teks keagamaan dan memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi. Sementara itu, hukum adat lebih menekankan pada restoratif dan integratif, yaitu menjaga keseimbangan dan keharmonisan masyarakat adat.

Keduanya memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif hukum positif nasional, terutama dalam masyarakat yang plural. Namun, dalam menghadapi tantangan global seperti pornografi digital, perlu dilakukan reformulasi dan integrasi hukum pidana Islam dan adat dalam sistem hukum nasional yang adaptif dan inklusif.

Kesimpulan

Perbandingan antara hukum pidana Islam dan hukum pidana adat dalam menghadapi kejahatan pornografi menunjukkan bahwa keduanya memiliki nilai-nilai luhur dalam menjaga kesusilaan dan ketertiban sosial. Keduanya dapat dijadikan landasan moral dan hukum dalam memperkuat sistem hukum nasional Indonesia yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila, keadilan, dan kemanusiaan.

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index