Transmoda Riau, Cepat dan Ekonomis, Impian Rakyat

Transmoda Riau, Cepat dan Ekonomis, Impian Rakyat

Penulis: Dr. H. Agus Maulana, SE.,MM, CPHCM ([email protected])
Dosen Unisi Tembilahan, Pengamat Ekonomi Riau, Anggota Permigastara Pusat

 

Pembangunan infrastruktur transportasi modern seringkali mengadopsi konsep jalur kembar, yaitu pembangunan jalan raya dan rel kereta api yang berdampingan. Konsep ini memiliki sejarah panjang dan telah diterapkan di berbagai belahan dunia karena pertimbangan efisiensi lahan, topografi, dan logistik. Di Indonesia, wacana pembangunan kereta api cepat di Riau yang berdekatan dengan jalan tol mencerminkan adopsi pendekatan serupa untuk mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan konektivitas. Kajian kelayakan yang mendalam akan mengulas aspek sejarah, pertimbangan ekonomi, dan dampak sosial dari proyek ini.

Tidak terlepas dari Sejarah Jalur Kembar: Jalan Raya dan Rel Kereta Api di dunia. Konsep jalur kembar berawal dari revolusi industri di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-19. Saat itu, pembangunan rel kereta api menjadi tulang punggung transportasi dan logistik. Seiring waktu, jalan raya mulai dibangun, dan sering kali memanfaatkan koridor yang sudah ada di sepanjang rel kereta api.

Di Tingkat Global misalnya di Amerika Utara: Jalur kereta api transkontinental pada pertengahan abad ke-19 menjadi pondasi bagi pembangunan jalan raya yang menghubungkan pantai timur dan barat. Rel kereta api dibangun terlebih dahulu, dan jalan raya sering menyusul untuk memfasilitasi akses ke stasiun dan kota-kota di sepanjang jalur. Eropa: Di banyak negara Eropa, seperti Jerman dan Prancis, jalur kereta api dan jalan raya utama (seperti Autobahn dan Autoroute) sering dibangun secara paralel, terutama di koridor dengan topografi yang menantang. Hal ini mengurangi biaya pembangunan jembatan, terowongan, dan pembebasan lahan. Asia: Di Tiongkok, proyek kereta cepat sering dibangun berdampingan dengan jalan tol untuk menghemat biaya dan mempercepat proses konstruksi.

Di Indonesia pada masa kolonial Belanda, jalur kereta api di Pulau Jawa dibangun untuk mengangkut komoditas. Jalan raya yang lebih sederhana dibangun untuk mendukung aktivitas di sepanjang jalur kereta api tersebut. Konsep ini kemudian terus diadopsi dalam pembangunan infrastruktur modern.

Pada Kajian Kelayakan Pembangunan Kereta Cepat di Riau terdahulu strategis dalam kerjasama internasional antara PT Pengembangan Investasi Riau (PT PIR), Raja Muhammad Bin Salman dari Arab Saudi, dan Sultan Brunei Darussalam layak secara ekonomi dengan NPV sebesar USD 1,8 miliar, IRR 21,5%, dan BCR 1,78. di Riau dengan studi kelayakan selama 10 tahun dalam rangka mendukung visi Kebangkitan Ekonomi Riau sebagai bagian dari Sijori Segitiga Emas dan Indonesia Emas 2045. Jika terjadi kendala dalam pembiayaan dan pendampingan permodalan, maka Pemda Riau dapat mengambil Langkah dengan menjadikan PT. PIR (Perseroan Terbuka) dimana sahamnya akan dapat dibeli oleh masyarakat dan dapat diprediksi menjadi saham yang bernilai trend dimasa masa depan.

Pembangunan kereta cepat di Riau, yang rencananya akan berada di koridor 12 kabupaten/kota dan berdampingan dengan jalan tol yang ada, memerlukan dukungan studi kelayakan yang komprehensif. Proyek ini akan menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalur Kereta Api Trans-Sumatera.
Analisis Ekonomi dan Finansial secara Peluang Ekonomi: Riau merupakan lumbung komoditas seperti kelapa sawit, batu bara, dan karet. Jalur kereta api cepat dapat digunakan untuk mengangkut komoditas ini secara massal dari lokasi produksi (misalnya, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir) ke pelabuhan utama (Dumai, Kuala Enok, dan Tanjung Buton). Kemudian, Efisiensi Logistik: Pengalihan angkutan barang berat dari jalan raya ke rel kereta api dapat mengurangi biaya logistik, memperpanjang usia jalan, dan mengurangi emisi karbon. Analisis ekonomi akan menghitung return on investment (ROI) dari proyek ini, mempertimbangkan pendapatan dari angkutan barang dan penumpang, serta penghematan biaya logistik.

Investasi dan Pembiayaan: Proyek kereta cepat membutuhkan investasi triliunan rupiah. Studi kelayakan akan menganalisis model pembiayaan yang paling optimal, baik melalui skema Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maupun pinjaman internasional.
Adapun, Pertimbangan Teknis dan Lingkungan diantaranya Pembebasan Lahan: Pembangunan di koridor jalan tol yang sudah ada akan sangat menghemat biaya dan waktu pembebasan lahan, yang seringkali menjadi kendala utama proyek infrastruktur di Indonesia. Kemudian Topografi: Riau memiliki topografi yang relatif datar, sehingga pembangunan rel kereta api cepat akan lebih mudah dan tidak memerlukan banyak terowongan atau jembatan, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya konstruksi. Sedangkan, Dampak Lingkungan: Studi kelayakan akan menganalisis dampak lingkungan, termasuk potensi deforestasi, fragmentasi habitat, dan dampak terhadap ekosistem lahan gambut.
Pada Analisis Sosial dan Dampak Regional terkait Peningkatan Konektivitas: Jalur kereta api cepat akan menghubungkan 12 kabupaten/kota di Riau, yang dapat mempercepat pergerakan orang dan barang, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah yang dilalui. Kemudian, Penyerapan Tenaga Kerja: Proyek ini akan menciptakan lapangan kerja selama masa konstruksi dan operasional, baik langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya, Dampak Sosial: Studi kelayakan akan mengidentifikasi potensi dampak sosial, seperti relokasi masyarakat di sepanjang jalur, dan menyiapkan langkah mitigasi yang diperlukan.

Pengamat Ekonomi Riau yang satu ini menyimpulkan bahwa kajian kelayakan pembangunan kereta api cepat di Riau yang berdekatan dengan jalur tol menunjukkan bahwa proyek ini memiliki potensi besar dari segi ekonomi, teknis, dan sosial. Penggunaan koridor yang sudah ada akan menghemat biaya dan mempercepat implementasi. Namun, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada analisis yang cermat terhadap semua aspek kelayakan, termasuk model pembiayaan, dampak lingkungan, dan dukungan dari semua pemangku kepentingan

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index