New International SSK II Airport di Pelalawan

New International SSK II Airport di Pelalawan

STUDI KELAYAKAN Kerja Sama Investasi: PT RAPP, PT Perkebunan Nusantara (Persero), dan APBD Pemerintah Provinsi Riau

Penulis : Dr. H. Agus Maulana., SE.,MM., CPHCM
Dosen Unisi Tembilahan, Pengamat Ekonomi Riau, Anggota Permigastara Pusat

Studi kelayakan ini mengkaji rencana pembangunan Bandara International Baru Sultan Syarif Kasim II (SSK II) di lahan seluas 40 hektar yang merupakan kawasan bekas kebun kelapa sawit milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Studi ini mengevaluasi kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan pendekatan tiga pilar strategis: inovasi, inklusi, dan keberlanjutan (IIS). Yang membedakan proyek ini adalah skema kerja sama investasi tiga pihak (trilateral) antara PT RAPP (Riau Andalan Pulp & Paper), PT Perkebunan Nusantara (Persero), dan APBD Pemerintah Provinsi Riau, menciptakan model KPBU (Kerja Sama Pemerintah-Badan Usaha) berbasis BUMN-Swasta-Daerah. Proyek ini layak secara ekonomi dan strategis, namun berisiko secara ekologis karena lokasi berada di atas tanah gambut dangkal dengan kontur berbukit. Solusi teknis seperti prefabricated vertical drains (PVD), geotextile reinforcement, dan desain elevated runway diperlukan. Dari sisi inklusi, proyek ini berpotensi memberdayakan masyarakat lokal melalui program tenaga kerja, pelatihan, dan koperasi bandara. Keberlanjutan dijamin melalui kompensasi ekologis, restorasi gambut, dan penggunaan energi terbarukan. Studi ini menyimpulkan bahwa dengan kerangka IIS dan kerja sama investasi yang sinergis, Bandara SSK II di Pelalawan dapat menjadi model bandara hijau dan inklusif di kawasan tropis.

Saat ini Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru telah mencapai kapasitas maksimum (6,2 juta penumpang/tahun), dengan pertumbuhan tahunan 7,8% (Angkasa Pura II, 2023). Ekspansi di lokasi eksisting terbatas oleh kawasan urban dan kawasan rawa. Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan merencanakan pembangunan Bandara Baru SSK II di Pelalawan, berjarak 50 km dari Pekanbaru. Dapat dikatakan Lokasi yang dipilih adalah 40 hektar lahan milik PT Perkebunan Nusantara (Persero), sebelumnya digunakan sebagai kebun sawit, dengan kontur berbukit (8–15%) dan berbatasan langsung dengan ekosistem gambut. Proyek ini memiliki potensi besar sebagai gerbang udara timur Sumatera, terhubung langsung dengan jaringan logistik PT RAPP dan PT PTPN, serta memungkinkan dari letak Tengah yang strategis diantara 12 kabupaten/kota yang berada di Provinsi Riau.

Skema Investasi Trilateral mengusulkan skema investasi unik didukung oleh PT RAPP (Swasta) 30% dalam menyediakan teknologi, logistik, dari dana CSR dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) (BUMN) 40% dalam menyediakan lahan dan operasional serta APBD Pemprov Riau (Publik) 30% dalam mendukung infrastruktur pendukung (jalan, listrik). Skema ini mencerminkan sinergi BUMN–Swasta–Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur strategis.

Tujuan Studi yang dilakukan untuk mengusung adanya evaluasi kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menganalisis potensi inovasi teknologi dan desain. Mengidentifikasi mekanisme inklusi masyarakat lokal. Menilai dampak ekologis dan strategi keberlanjutan. Memberikan rekomendasi kebijakan berbasis bukti ilmiah. Sehingga Analisis Kelayakan Teknis dan Geospasial dengan Luas Lahan: 40 ha adalah cukup dan layak dalam peruntukan Runway 2.800 m × 45 m (12,6 ha), kemudian Terminal (10 ha), peruntukan Apron & taxiway (8 ha) dan fasilitas pendukung lainnya (9,4 ha).

Adapun permasalahan yang dihadapi pada lahan diantaranya dengan kondisi Kontur Tanah Rata-rata 12% dibutuh cut and fill 1,2 juta m³. kemudian Jenis Tanah Gambut dangkal (1–3 m) risiko settlement tinggi masih dapat diatasi dengan Solusi Teknis yaitu Prefabricated Vertical Drains (PVD) + surcharge loading (Zhang et al., 2021). Kemudian memasang Geotextile reinforcement untuk stabilisasi lereng, serta melakukan Elevated runway (inspirasi Bandara Kualanamu).

Secara Kelayakan Ekonomi dan Investasi dapat dijelaskan Akuisisi Lahan (PTPN) Rp80 miliar (nilai wajar), Kanstruksi Bandara Rp3,2 triliun, Teknologi dan Sistem Rp400 miliar, Restorasi Ekosistem Rp200 miliar, dengan Total Investasi Rp 4 triliun. Dengan Skema Dukungan Pendanaan PT RAPP: 30% = Rp1,2 triliun (dari dana CSR & investasi hijau). Dukungan PT PTPN: 40% = Rp1,6 triliun (dari aset lahan + pinjaman BUMN). Dukungan APBD Riau: 30% = Rp1,2 triliun (dalam 5 tahun, APBD + pinjaman daerah).

Meskipun terdengar bahwa Investasi Proyek ini begitu besar namun Proyeksi Pendapatan (2030) dapat diuraikan sebagai berikut : Penumpang: 5 juta/tahun dengan Tingkat Revenue: Rp1,1 triliun/tahun (retail, iuran, parkir) kemudian dari BCR (Benefit-Cost Ratio) 1.78 yang dinilai layak secara ekonomi (OECD, 2021)

Inovasi: Desain Bandara Masa Depan menjadikan Smart Airport dengan menggunakan Digital twin untuk manajemen fasilitas dan Biometric boarding (wajah & sidik jari), serta menggunakan AI-based baggage handling. Adapun penerapan Green Construction pada Bangunan netral karbon (EDGE Certification) dengan Atap panel surya (target 40% energi) dan Greywater recycling & rainwater harvesting. Pada fasilitas Inovasi Logistik dapat dilakukan Integrasi dengan pabrik PT RAPP untuk ekspor pulp & kertas via udara, Drone delivery untuk UMKM local. Sebagaimana ungkapan seorang ahli “Innovation must serve sustainability, not just efficiency." (Foster & Ahmed, 2019).

Takterlepas dari Inklusi: Partisipasi dan Pemberdayaan Lokal menemukan Tantangan Sosial tersendiri diantaranya 3 desa adat terdampak (Kuala, Petalangan, Sei Garam) terdapat 120 KK bergantung pada kebun sawit. Hal ini membutuhkan Strategi Inklusi dengan Melakukan Pendekatan Program Relokasi Berkeadilan, Ganti rugi + lahan alternatif, kemudian Tenaga Kerja Lokal 40% pekerja konstruksi dari local. Melakukan Pelatihan Penerbangan Kerja sama dengan Politeknik Penerbangan atau Politeknik Caltex Riau. Serta tidak melupakan Koperasi Bandara bagi hasil dari retail & parkir (5% revenue) serta Forum Partisipasi Masyarakat Adat (FPPA) di Pelalawan. Sebagaimana ungkapan sang ahli dari Vietnam “Inclusion is not an add-on, but a design principle." (Nhan Cam Tri, 2022).

Setiap studi kelayakan selalu adan Keberlanjutan: Jejak Ekologis dan Sosial yang berdampak pada Lingkungan diantaranya Emisi karbon dari drainase gambut: ±50.000ton CO₂e/tahun. Ancaman terhadap satwa endemik (buaya, burung), Risiko kebakaran hutan meningkat. Hal ini dapat diatasi dengan Strategi Mitigasi dengan melakukan Zero Drainage Policy yaitu dengan Pertahankan ketinggian muka air gambut. Kemudian Restorasi 100 ha gambut di lokasi lain (kompensasi ekologis) dan Green Airport Certification (ACI Level 4+) setiap tahun serta Monitoring satwa via drone & sensor pada menara control.

Akhirnya pengamat menyimpulkan Pembangunan Bandara Baru Sultan Syarif Kasim II di Pelalawan secara strategis dan ekonomi layak dilanjutkan, terutama dengan kerja sama investasi unik antara PT RAPP, PT Perkebunan Nusantara (Persero), dan APBD Pemprov Riau. Model trilateral ini menciptakan sinergi antara swasta berkapasitas teknologi, BUMN dengan aset strategis, dan pemerintah daerah dengan legitimasi publik. Dengan pendekatan inovasi, inklusi, dan keberlanjutan, menjadi ikon pembangunan infrastruktur hijau di Indonesia. Tata kelola dengan benar akan membuka akses udara, juga membuka masa depan yang lebih adil dan lestari bagi Riau. Keuntungan lain bagi Masyarakat secara langsung yakni jalur New International SSK II Airport menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah menjadikan efisiensi jamaah haji dan umroh yang dapat memangkas biaya transit.

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index