BDPN Tegaskan Pemprov Riau Harus Memperhatikan Suara Masyarakat Adat Pulau Burung

BDPN Tegaskan Pemprov Riau Harus Memperhatikan Suara Masyarakat Adat Pulau Burung
Ilustrasi

Indragiri Hilir – Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), yang diwakili oleh Kepala Dinas Boby Rachmat, pada 1 September 2025 mengumumkan rencana penyiapan lokasi transmigrasi di Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, serta Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Pengumuman ini disampaikan melalui media lokal dan segera menarik perhatian masyarakat, khususnya warga setempat yang terdampak langsung oleh program tersebut.  

Kepala Disnakertrans, Boby Rachmat, menjelaskan bahwa lokasi transmigrasi di Pulau Rupat berada di Desa Sungai Cingam dan Desa Mekrok. Sebelumnya, lokasi ini pernah menjadi target program transmigrasi namun belum berjalan efektif karena fasilitas yang tersedia belum memadai. Hanya ada lokasi untuk permukiman, sementara lahan untuk usaha, seperti berkebun, belum tersedia. Evaluasi serupa akan dilakukan untuk Pulau Burung sebelum program transmigrasi dijalankan, ujarnya.  

Saat ditanyakan mengenai kemungkinan lokasi transmigrasi diperuntukkan bagi warga yang direlokasi dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Boby menegaskan belum ada keputusan final, namun Pemprov Riau telah diperintahkan gubernur untuk menyiapkan lokasi transmigrasi, dan pertimbangan bagi warga TNTN bisa dibahas kemudian, sebutnya.  

Menanggapi rencana ini, Bangun Desa Payung Negeri (BDPN) menegaskan pentingnya agar pemerintah tidak mengabaikan aspirasi masyarakat adat. Ketua BDPN, Zainal Arifin Hussein, menyampaikan pandangannya:  

"Rencana transmigrasi di Pulau Burung harus dilaksanakan dengan cermat dan penuh pertimbangan. Pulau Burung adalah wilayah dengan lahan gambut yang luas serta sebagian kecil mangrove yang sangat rentan. Program yang dijalankan tanpa kajian matang berpotensi merusak ekosistem sekaligus menimbulkan ketegangan sosial. Suara masyarakat adat harus menjadi pertimbangan utama karena mereka yang paling terdampak," ungkapnya.  

Karena rencana transmigrasi ini sebelumnya telah mendapat penolakan dari masyarakat adat, Ketua LAMR Kecamatan Pulau Burung, Datok Ahmad Yani, sebelumnya menyampaikan sikap resmi lembaganya:  

"Kami bukan anti pembangunan, namun setiap program harus berpihak kepada masyarakat tempatan. Jangan sampai tanah dan ruang hidup kami tergeser oleh pendatang yang difasilitasi negara. Masih banyak anak negeri yang belum memiliki tanah, pekerjaan tetap, maupun akses pendidikan yang layak. Kenapa bukan mereka yang diberdayakan lebih dulu?" ujarnya.  

LAMR juga menyoroti potensi konflik horizontal yang dapat timbul jika kebijakan transmigrasi dijalankan tanpa konsultasi memadai. Ketimpangan perlakuan antara warga lokal dan transmigran bisa menimbulkan kecemburuan sosial dan merusak harmoni masyarakat.  

Selain aspek sosial, Pulau Burung memiliki kerentanan ekologis yang signifikan. Lahan gambut yang luas berfungsi sebagai penyimpan air dan penyangga iklim, sedangkan mangrove di pesisir melindungi garis pantai dari abrasi. Kehadiran transmigrasi baru tanpa perencanaan matang bisa memperparah kerusakan lingkungan dan melemahkan perlindungan alami bagi masyarakat lokal.  

Zainal Arifin Hussein menekankan pentingnya ruang dialog yang inklusif antara Pemprov Riau dengan masyarakat adat, tokoh masyarakat, pemuda, dan organisasi sipil sebelum kebijakan ditetapkan.  

"Dialog yang terbuka dan jujur akan memastikan bahwa transmigrasi, jika dilakukan, justru memperkuat kapasitas dan kesejahteraan masyarakat lokal, bukan melemahkan mereka. Mendengarkan suara masyarakat adat bukan sekadar kewajiban moral, tetapi strategi penting agar pembangunan berjalan damai, berkeadilan, dan berkelanjutan," tambahnya.  

BDPN menegaskan bahwa kebijakan transmigrasi harus menempatkan masyarakat lokal sebagai fokus utama, menjamin akses yang adil terhadap tanah, pekerjaan, pendidikan, dan ruang hidup yang lestari. Pemprov Riau tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat adat karena potensi masalah baru bisa muncul jika suara mereka diabaikan, tambahnya.  

Dengan pendekatan yang inklusif, adil, dan berbasis dialog, Pulau Burung dapat menjadi contoh pembangunan yang harmonis antara manusia dan alam, bukan sebaliknya menjadi sumber konflik dan degradasi lingkungan. BDPN menekankan bahwa keberpihakan kepada masyarakat adat adalah kunci keberhasilan setiap program pembangunan di wilayah ini, ungkapnya.***

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index