LSM "Sampah Jadi Emas" di Riau

Kajian Kelayakan dan Dampak Usaha LSM "Sampah Jadi Emas" di Riau

Kajian Kelayakan dan Dampak Usaha LSM

Penulis: DR. H. Agus Maulana, SE.,MM
Dosen Unisi, Pengamat Ekonomi Riau, Anggota Permigastara Pusat

Kajian ini menganalisis secara mendalam kelayakan, dampak, dan model operasional lembaga swadaya masyarakat (LSM) "Sampah Jadi Emas" di Provinsi Riau. Proyek ini menggabungkan pengelolaan sampah terpadu dengan model investasi syariah melalui kerja sama dengan Pegadaian Syariah. BPS (2021) Survei Perilaku Peduli Lingkungan Hidup sendiri adalah survei dengan sampel rumah tangga yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Dari hasil SPPLH 2013 diketahui bahwa di Indonesia masih cukup besar persentase masyarakat yang membuang sampah secara sembarangan, yaitu sebesar 19,88% dari total rumah tangga di Indonesia. Persentase ini semakin besar jika ditambah dengan persentase rumah tangga yang membuang sampah di got/ laut/sungai yang sebesar 14,16%. Artinya, ada 34,04% rumahtangga yang mengelola sampah yang dihasilkannya dengan cara dibuang sembarangan. Jika dikonversi secara jumlah, persentase 34,04 rumah tangga yang membuang sampah secara sembarangan ini tentu bukan jumlah yang sedikit.

BPS mencatat pada Tahun 2019 ada 68,7 juta rumah tangga di Indonesia. Artinya, ada 23,63 juta rumah tangga yang membuang sampah yang dihasilkannya dengan carasembarangan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup pada Tahun 2019, rata-rata sampah yang dihasilkan per orang per hari diasumsikan sebesar 0,7 kg. Jika dalam satu rumah tangga rata-rata anggota rumah tangganya sebanyak 4 orang, berarti ada 2,8 kg per hari rumah tangga menghasilkan sampah. Maka, diperkirakan ada 2,8 kg x 23,63 juta = 66,16 juta kg atau 66 ribu ton sampah per hari, atau sekitar 1,98 juta ton sampah per bulan yang dibuang sembarangan oleh rumah tangga di seluruh Indonesia. Tentu ini belum termasuk sampah yang dihasilkan oleh institusi lain di luar rumah tangga.

Berikut adalah Kajian Kelayakan Usaha LSM “Sampah Jadi Emas” Provinsi Riau menghasilkan ±2.800 ton sampah per hari (DLH Riau, 2023), dengan tingkat pengelolaan hanya 45%. Sisanya dibuang ke TPA atau dibakar liar, menyebabkan pencemaran udara dan air. Sampah plastik dan kertas mendominasi 38% dari total sampah, sementara organik mencapai 40%. Jika (LSM) “Sampah Jadi Emas” yang bekerja sama dengan Pegadaian Syariah, dengan model bisnis sosial-ekonomi berbasis bank sampah komunitas RW, maka konversi tabungan sampah menjadi emas ANTAM, serta kolaborasi dengan industri daur ulang plastik. Studi ini difokuskan di Provinsi Riau, mencakup data sampah dari 12 kabupaten/kota.
1. Model Operasional dan Mekanisme Kerja
Proyek ini akan dioperasikan dengan sistem yang terdesentralisasi, melibatkan unit-unit di setiap Rukun Warga (RW) di 12 kabupaten/kota di Riau.
Unit Pengumpul (RW): Setiap RW akan bertindak sebagai unit pengumpul sampah. Masyarakat didorong untuk memilah sampah rumah tangga menjadi beberapa kategori utama:
Sampah Anorganik: Botol plastik (PET, HDPE), botol kaca, kertas, dan kardus.
Sampah Organik: Sisa makanan, daun, dan limbah dapur lainnya.
Buku Tabungan Bank Sampah: Setiap anggota yang menyetorkan sampah akan memiliki buku tabungan. Sampah yang disetor akan ditimbang, dan nilainya dikonversi ke dalam satuan rupiah. Catatan ini akan menjadi dasar perhitungan saldo tabungan.
Kerja Sama dengan Pegadaian Syariah: Saldo rupiah yang terkumpul di buku tabungan akan dikonversi menjadi saldo emas. Setiap saldo nominal tertentu akan dikonversi menjadi gram emas Antam. Proses ini dilakukan melalui skema Tabungan Emas di Pegadaian Syariah, yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Pemanfaatan Sampah:
Sampah anorganik (plastik, kertas, kaca) akan dijual kepada perusahaan daur ulang yang telah menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dan kontrak.
Sampah organik akan diolah menjadi pakan ternak berupa ulat maggot (larva Black Soldier Fly). Hasil panen maggot akan dijual kepada peternak atau perusahaan pakan ternak. Penjualan ini menjadi sumber pendapatan tambahan untuk operasional unit RW.
2. Analisis Kelayakan dan Potensi Bisnis

     a. Data Sampah di Riau
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, volume sampah harian di 12 kabupaten/kota mencapai lebih dari 5.000 ton. Sekitar 60-70% dari total sampah tersebut adalah sampah organik, sementara sisanya adalah sampah anorganik. Dengan total populasi lebih dari 6 juta jiwa, potensi sampah yang dapat dikelola sangat besar.
Potensi Sampah Anorganik: Dengan asumsi 30-40% dari total sampah harian, Riau menghasilkan sekitar 1.500-2.000 ton sampah anorganik setiap hari. Ini menjadi bahan baku yang melimpah untuk dijual ke perusahaan daur ulang.
Potensi Sampah Organik: Potensi sampah organik yang mencapai 3.000 ton per hari dapat diolah menjadi pakan maggot. Nilai ekonomis maggot sangat tinggi, berkisar antara Rp 5.000 - Rp 10.000 per kilogram.

     b. Kelayakan Finansial
         Model ini memiliki kelayakan   finansial yang kuat karena beberapa alasan:
Pendapatan Diversifikasi: Sumber pendapatan tidak hanya dari penjualan sampah anorganik, tetapi juga dari penjualan maggot dan potensi pendapatan dari penjualan kompos.
Pengurangan Biaya Operasional: Dengan adanya pemilahan, biaya pengangkutan dan pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dapat dikurangi secara signifikan.

Dukungan Pemerintah dan Swasta: Skema ini menarik minat pemerintah daerah untuk mengurangi beban TPA dan sektor swasta yang membutuhkan pasokan bahan baku daur ulang dan maggot secara berkelanjutan.

3. Dampak Proyek
   a. Dampak Ekonomi
Peningkatan Pendapatan Masyarakat: Masyarakat mendapat insentif finansial langsung dari sampah yang mereka setorkan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Ekonomi Sirkular: Proyek ini menciptakan ekonomi sirkular yang kuat, di mana limbah diubah menjadi produk bernilai ekonomi.

Penciptaan Lapangan Kerja: Model ini akan membuka lapangan kerja baru, baik untuk operator bank sampah, pengelola maggot, maupun dalam proses logistik.

     b. Dampak Lingkungan
Pengurangan Volume Sampah TPA: Proyek ini secara signifikan mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA, sehingga memperpanjang usia TPA.
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca: Pengurangan sampah organik di TPA mengurangi produksi gas metana (CH4), gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat dari karbon dioksida.
Peningkatan Kesadaran Lingkungan: Proyek ini secara langsung mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemilahan sampah dan pengelolaan limbah yang bertanggung jawab.

    c. Dampak Sosial
Literasi Finansial: Anggota bank sampah belajar tentang pengelolaan keuangan dan investasi melalui konsep tabungan emas.
Pemberdayaan Komunitas: Model ini memberdayakan komunitas RW untuk mengambil peran aktif dalam pengelolaan lingkungan mereka.

4. Risiko dan Mitigasi
Risiko: Rendahnya partisipasi masyarakat, fluktuasi harga komoditas (sampah dan maggot), serta tantangan logistik dalam pengangkutan sampah.
Mitigasi:
Edukasi dan Kampanye: Melakukan sosialisasi yang masif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kontrak Jangka Panjang: Menjalin kontrak jangka panjang dengan perusahaan pengolah untuk memastikan harga dan pasokan yang stabil.
Manajemen Terstruktur: Membangun sistem manajemen yang efisien di setiap unit RW untuk memastikan operasional berjalan lancar
LSM “Sampah Jadi Emas” hadir sebagai inovasi sosial dengan konsep:
Pemberdayaan masyarakat RW sebagai pengumpul sampah terpilah.
Bank Sampah Komunitas sebagai wadah simpanan nilai.
Konversi tabungan sampah menjadi emas ANTAM melalui kerja sama dengan Pegadaian Syariah.
Daur ulang plastik melalui MoU dengan industri pengolahan biji plastik.
Pemanfaatan sampah organik untuk budidaya ulat magot (BSF - Black Soldier Fly) sebagai pakan ternak.

5. TUJUAN PROGRAM
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Mengubah sampah menjadi aset ekonomi (emas).
Membangun sistem ekonomi sirkular berbasis komunitas.
Mengurangi volume sampah ke TPA hingga 50% dalam 3 tahun.
Menciptakan lapangan kerja hijau di tingkat RW.

6. DATA SAMPAH DI 12 KABUPATEN/KOTA RIAU (2023)
Kota Pekanbaru dengan Kepadatan 1 juta jiwa menghasilkan sampah harian 800 ton/hari, Dumai 250 ribu jiwa dengan 200 ton/hari, Siak 350 ribu jiwa dengan 180 ton/hari, Bengkalis 600ribu jiwa dengan 300 ton/hari, Indragiri Hilir 750 ribu jiwa dengan 260 ton/hari, Indragiri Hulu 560 ribu jiwa dengan 190 ton/hari, Kampar 850 ribu jiwa dengan 300 ton/hari, Pelalawan  450 ribu jiwa dengan 160 ton/hari, Rokan Hulu 470 ribu jiwa dengan 150 ton/hari, Rokan Hilir 720 ribu jiwa dengan 280 ton/hari, Kuansing 350ribu jiwa dengan 120 ton/hari, Kepulauan Meranti 230 ribu jiwa dengan 120 ton/hari (DLHK, BPS Riau; 2024)

7. MODEL BISNIS SOSIAL
7.1. Struktur Program Kerja di Lapangan , LSM melakukan sosialisasi sadar “Sampah Jadi Emas” pada Masyarakat RW agar memisahkan sampah plastic/botol, kertas, kaca dan organik yang disetor setiap hari di Unit Bank Sampah RW setempat yang terlebrlebih dahulu Pemilahan Sampah (Plastik, Kaca, Kertas, Organik), kemudian setelah ditimbang masing-masing dinilai masuk tabung (dalam Rupiah) setelah nilai uang berjumlah banyak maka Tabungan Dikonversi ke Emas via Pegadaian Syariah Emas Disimpan di Rekening Emas Pegadaian yang bisa Dicairkan atau Dijadikan Modal Usaha.
7.2. Jenis Sampah & Nilai Ekonomi (Harga Beli Bank Sampah)
Botol plastic (PET) Rp 5.000 – 7.000/kg dengan kondisi bersih, tanpa tutup. Plastik HDPE Rp 4.000 /kg sepeti botol susu, plastic deterjen. Kaca (botol bening) Rp 1.500 / kg dengan kondisi bersih tanpa lebel. Kertas koran Rp 3.000/kg dengan kondisi kering, tidak basah. Kertas HVS Rp. 4.000/kg dengan kondisi tidak tercampus staplles. Sampah organisk Rp 500/kg berguna untuk pakan magot. Ulat magot hidup Rp 25.000/kg berguna untuk pasar perternakan/ungags bahkan bahan kimia untuk obat-obatan.

8. KERJA SAMA STRATEGIS
8.1. MoU dengan Pegadaian Syariah
Skema Konversi:
Setiap Rp 1.000.000 tabungan sampah = 1 gram emas ANTAM (dengan subsidi 20% dari CSR LSM/Donor).
Emas disimpan di Rekening Emas Pegadaian Syariah atas nama anggota bank sampah.
Tabungan emas bisa diambil tunai, dicetak, atau dijadikan agunan usaha mikro.
Manfaat:
Masyarakat memiliki aset berharga.
Edukasi literasi keuangan syariah.
Memperkuat ekonomi umat berbasis zakat, infak, sedekah (ZIS).
8.2. MoU dengan Industri Daur Ulang Plastik
Target Mitra:
PT. Daur Ulang Plastik Riau (Dumai)
CV. Eco Plastik Indonesia (Pekanbaru)
PT. Green Recycling Nusantara (Siak)
Kontrak Jual Beli:
Harga jual PET bersih: Rp 8.000/kg
Volume minimal: 1 ton/bulan
Pengangkutan oleh pihak industri.
9. UNIT USAHA BERBASIS RW
9.1. Bank Sampah Komunitas (BSK)
Jumlah target: 120 RW (10 RW per kabupaten/kota)
Fasilitas: Gudang kecil, timbangan digital, buku tabungan digital
Manajemen: Pengurus RW + 2 petugas bank sampah
Teknologi: Aplikasi "SampahKu" untuk pencatatan tabungan (offline & online)
9.2. Unit Pengolahan Sampah Organik → Ulat Magot
Lokasi: 12 unit sentra (1 per kabupaten)
Kapasitas: 100 kg sampah organik/hari/unit
Produksi: 10–15 kg ulat magot/hari
Pemasaran: Peternak ayam, ikan lele, dan burung
10. INVESTASI AWAL
    A. Infrastruktur per satu Kabupaten
        1. 120 Bank Sampah RW (meja,timbangan,Gudang)     Rp. 3,0 milyar
        2. 12 Sentra Magot )kendang,larva, sistem aerasi)        Rp. 1,8 milyar
        3. Kendaraan angkut sampah (10 unit roda tiga)        Rp. 2,5 milyar
            Subtotal                    Rp. 7,3 milyar
    B. Teknologi & Adm
        1. Aplikasi “SampahKu” & Server                Rp.    800 juta
        2. Pelatihan Pengelola 240 orang            Rp.    600 juta
            Subtotal                    Rp. 1,4 milyar
    C. Dana Sosial & Subsidi Emas
        1. Subsidi Konversi Emas (20%)                Rp. 2,0 milyar
        2. CSR awal donor/swasta                Rp. 1,0 milyar
            Subtotal                    Rp. 3,0 milyar
    D. TOTAL INVESTASI AWAL                    Rp.11,7 milyar

Catatan: Pendanaan dari hibah lingkungan, CSR perusahaan, KUR, dan kerja sama dengan KLHK.

8. PROYEKSI PENDAPATAN & NILAI TAMBAH
   8.1. Proyeksi Pengumpulan Sampah (Per Bulan)
1. Plastik PET sebesar 150 ton/bln x Rp. 8.000 = Rp. 1,2 milyar
    2. Plastik HDPE 50 ton/bln x Rp.5.000 = Rp. 250.juta
    3. Kaca 40 ton/bln x Rp. 1.500 = Rp. 60 juta
    4. Kerta 80 ton/bln x Rp. 3.500 = Rp. 280 juta
    5. Organik (untuk magot) 300 ton/bln x Rp. 500 = 150 juta
    6. Ulat magot (hasil olah) 45 ton/bln x Rp. 25.000 = Rp 1,125 milyar
    Total Pendapatan sebesar 665 ton / bulan setara = Rp. 3,065 milyar
   8.2. Konversi ke Emas (Per Bulan)
Total nilai tabungan masyarakat: Rp 3.065.000.000
Subsidi 20% dari LSM/donor: Rp 613.000.000
Total emas yang bisa dikonversi:
1.000.0003.065.000.000+613.000.000​=3.678 gram emas/bulan
Mendapatkan  44,1 kg emas/tahun dibagikan ke masyarakat.

9. ANALISIS KELAYAKAN
   9.1. Aspek Sosial
Pemberdayaan 120 RW dan 12.000 KK.
Edukasi pemilahan sampah & literasi keuangan.
Penurunan sampah ke TPA hingga 500 ton/hari.
   9.2. Aspek Ekonomi
Pendapatan LSM dari selisih harga jual & beli: Rp 400 juta/bulan
Potensi tabungan emas masyarakat: Rp 4,4 triliun/tahun (nilai emas)
9.3. Aspek Lingkungan
Pengurangan emisi CH₄ dari TPA: ±15.000 ton CO₂e/tahun
Penghematan minyak bumi: 1 ton PET daur ulang = hemat 700 liter minyak

10. MITIGASI RISIKO
Minimnya partisipasi Masyarakat menjadikan kegiatan Edukasi rutin, memotivasi insentif emas, dengan lomba RW bersih. Berfluktuasinya harga plastic dalam permainan pasar dan pelaku spekulan harga mengakibatkan LSM harus melakukan kontrak jangka Panjang dengan industry.  Keterlambatan konversi emas akibat naiknya harga emas membutuhkan dana Cadangan dar CSR atau jaminan stabilitas nilai konversi dari Lembaga Keuangan Non Bank (Pegadaian). Kerusakan alat magot mengakibatkan rendahnya kualitas dan produksi magot, untuk itu perlu pelatihan teknis & maintenan berkala.

11. ROADMAP IMPLEMENTASI (3 TAHUN)
Tahun Pertama Pendirian 40 bank sampah RE, 4 sentra magot, MoU Pegadaian & Industri. Tahun Kedua Ekspansi ke 80 RW tambahan, aplikasi digital, ekspor magot (regional/nasional). Tahun Ketiga 120 RW aktif dengan target produksi magot 50 kg/hari , Tabungan konversi emas > 50 kg per tahun.

12. KERJA SAMA YANG DIUSULKAN
Pegadaian Syariah: MoU konversi tabungan sampah ke emas.
Dinas Lingkungan Hidup Riau: Pendampingan teknis & izin.
PT ANTAM: CSR penyediaan emas awal.
Industri daur ulang plastik: Kontrak pembelian jangka panjang.
Universitas Tempatan: Monitoring & evaluasi dampak lingkungan.

13. KESIMPULAN
LSM “Sampah Jadi Emas” merupakan model ekonomi sirkular yang sangat layak secara:
Sosial: memberdayakan masyarakat,
Ekonomi: menciptakan aset emas dari sampah,
Lingkungan: mengurangi beban TPA dan polusi.
Dengan kerja sama strategis dengan Pegadaian Syariah dan industri daur ulang, program ini dapat direplikasi ke seluruh Indonesia.


14. REKOMENDASI
Ajukan proposal hibah ke KLHK, Bappenas, dan CSR BUMN.
Mulai pilot project di Pekanbaru dan Dumai (kota dengan produksi sampah tertinggi).
Libatkan remaja masjid dan pelajar sebagai agen perubahan.
Gunakan aplikasi digital untuk transparansi tabungan.
Jadikan program ini bagian dari Gerakan Nasional Pengendalian Sampah.

“TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN, SEMUA ITU TERGANTUNG PADA KEKUATAN TEKAD”

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index